Senin, 27 Oktober 2014

PSIKOSIS POST PARTUM

2.1 Pengertian Psikologis Post Partum
      2.1.1 Post Partum
Post partum (Puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari partus selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil, lamanya 6-8 minggu.
( Rustam Muchtar, 1998).
Kala Puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal, dijumpai 2 kejadian pada puerperium yaitu involusio dan proses laktasi.
( Ida Bagus Gde Manuaba, 1998).
Masa Puerperium atau Masa Nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir kira – kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. ( Ilmu Kandungan, 1999).
Pengawasan dan asuhan post partum sangat diperlukan yang tujuanya adalah sebagai berikut :
1.      Menjaga kesehatan ibu dan batinya, baik fisik maupun psikologi.
2.      Melaksanakan sekrining yang komprehensif, mendeteksi masalah mengobati, atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3.      Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi pada saat bayi sehat.
4.      Meberikan pelanyanan KB.
Gangguan yang sering terjadi pada masa nifas berupa gangguan psikologis seperti Post Partum Blues (PPS), depresi post partum dan post partum psikologi.

2.1.2 Psikologis Post partum
Depresi post partum adalah keadaan emosi yang ditandai oleh episode menangis ringan sesaat dan perasaan sedih selama 10 hari pertama setelah melahirkan.
Psikosa post partum adalah gangguan kepribadian derajat berat yang mengurangi kemampuan fungsi tangguang jawab pasien, Gejala-gejala ini diklasifikasikan sebagai psikosis manik depresi psikosis post partum, skizoprenia dan keadaan kebingungan toksik. (Kapita selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi : 367).


A.  Etiologi
        Penyebab dari depresi post partum belum diketahui secara pasti tetapi kemungkinan merupakan kombinasi dari aspek biologis, psikososial, stress situasional. Hal ini juga berhubungan dengan latar belakang depresi personal atau keluarga, dukungan social yang rendah dan masalah selama kehamilan dan kelahiran.
        Faktor-faktor yang dapat meningkatkan resiko gangguan dapat berupa :
·         Prustasi hormonal seiring dengan kelahiran,
·         Latar belakang depresi, gangguan mental ,
·         Disfungsi mental atau kesulitan berhubungan dengan orang terdekat,
·         Kemarahan terhadap kehamilan,
·         Perasaan terisolasi atau tidak ada dukungan dari keluarga,
·         Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran financial, melahirkan bayi cacat,
·         Kehamilan yang tidak diinginkan.
Post partum syndrome atau distress post partum adalah suatu kondisi di mana seseorang ibu seringkali merasa uring-uringan, muram atau bentu-bentuk rasa tak bahagia lainnya. Fase ini dalam jangka waktu dua hari sampai dua minggu pasca persalinan. Syndrome ini masih tergolong normal dan sifatnya sementara.
B.     Macam-macam post partum syndrome
a. Baby blues
Merupakan bentuk yang paling ringan dan berlangsung hanya beberapa hari saja. Gejala berupa perasaan sedih, gelisah, seringkali uring-uringan dan khawatir tanpa alasan yang jelas. Tahapan baby blues ini hanya berlangsung dalam waktu beberapa hari saja. Pelan-pelan si ibu dapat pulih kembali dan mulai bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.
b. Depresi post partum
Bentuk yang satu ini lumayan agak berat tingkat keparahannya yang membedakan ibu tidak bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat terjadi dua minggu sampai setahun setelah melahirkan.



c. Psikosis post partum
Jenis ini adalah yang paling parah. Ibu dapat mengalami halusinasi, memiliki keinginan untuk bunuh diri. Tak saja psikis si ibu yang nantinya jadi tergantung secara keseluruhan.
C.  Penatalaksanaan
1.      Terapi terbaik dari depresi tersebut adalah kombinasi dari psikoterapi, dukungan social dan meditasi. Psikoterapi mungkin lebih berguna dalam membantu ibu untuk mengatasi perubahan dalam hidup mereka, pasangan, dan keluarga terdekat harus ikut dalam sesi konseling sehingga mereka bisa memahami apa yang mereka rasakan dan butuhkan.
2.      Pengobatan psikoterapi obat-obat penenang atau peningkatan suasana hati atau gangguan obat-obat ini dapat diindikasikan terapi spesifik tergantung pada sifat gangguan psikiatri.
3.      Anti depresan sering digunakan untuk depresi post partum dan mungkin diteruskan selama 6 bulan atau lebih, jika ibu ingin melanjutkan pemberian asi obat-obat yang digunakan harus aman selama laktasi karena hal ini dapat mempengaruhi proses banding.
4.      Rawat inap mungkindiperlukan untuk mencegah cedera diri atau ansietas yang tidak tertahankan atau peranan tingkah laku yang tidak dapat dikontrol.

2.2 Psikosis Post Partum
2.2.1. Pengertian Psikosis Post Partum
          Pertama kali dikenal sebagai gangguan psikologis pada tahun 1850, psikosis postpartum adalah suatu kondisi mental yang sangat serius yang memerlukan perhatian medis segera. Menariknya, studi tentang tingkat gangguan tersebut telah menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang mengalami psikosis postpartum tidak berubah sejak pertengahan 1800-an.
Psikosis Post partum adalah penyakit langka, dibandingkan dengan tingkat depresi postpartum atau kecemasan. Hal ini terjadi pada sekitar 1 sampai 2 dari setiap 1.000 kelahiran, atau sekitar 0,1% dari kelahiran. Biasanya yang paling sering dalam postpartum 4 minggu pertama.
Merupakan suatu episode psikotik akut pada wanita yag timbul tidak lama setelah persalinan (Harold,1998).
Psikosis terjadi kurang lebih 2-3 per 1000 kelahiran (Kendell, et all dalam Milles, 2005). Memerlukan perawatan psikiatrik, meskipun psikosis post partum merupakan sindrom yang sangat jarang terjadi tetapi sebagai gangguan paling berat dan dramatis yang terjadi pada periode post partum.
Postpartum Psikosis adalah gangguan mood yang dapat menghancurkan perkembangan ibu pada postpartum, terjadi dua sampai empat minggu atau segera setelah wanita melahirkan. Psikosis post partum menyebabkan paranoia, halusinasi (mendengar suara-suara mendesak ibu baru untuk bunuh diri atau anaknya), insomnia parah, kehilangan nafsu makan, kecemasan dan depresi. Merupakan suatu episode psikotik akut pada wanita yag timbul tidak lama setelah persalinan.

2.2.2  Etiologi
Disebabkan karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk terkena post partum psikosa.

2.2.3  Gambaran klinis
Psikosis pasca-bersalin (postpartum) dapat terjadi dalam jangka waktu setahun setelah melahirkan anak. Sering dimulai dalam  minggu pertama setelah bersalin. Kebanyakan pasien tidak pernah mengalaminya atau tidak pernah mengidap psikiatrik sebelumnya.
Namun demikian, insidennya amat besar pada pasien dengan riwayat gangguan bipolar, gangguan psikiatrik pasca persalinan dan riwayat keluarga tentang gangguan psikiatrik pasca-bersalin sering pada  Ganguan ini terjadi pada 0,1 – 0,2 % dari semua kehamilan dan lebih jarang dari depresi pasca persalinan (Harold,1998).
Gambaran klinis:
a.       Keresahan dan agitasi,
b.      Kebingungan dan konfusi
c.       Rasa curiga, ketakutan, dan insomnia
d.      Episode mania (hipnaktif), misalnya berbicara dengan cepat terus menerus,
e.       Pengabaian kebutuhan nutrisi,
f.       Halusinasi, gangguan perilaku mayor,
g.      Suasana hati depresi mendalam. (Kendell, at all dalam Milles, 2005).

2.2.4 Gejala paling sering dijumpai
Depresi psikotik juga sering, gejala khas: agitasi, gelisah, menangis, bingung, dan akhirnya timbul episoda psikotik yang gawat dengan gambaran mania dan delerium. Peristiwa bunuh diri dan membunuh bayi mencapai 10 % dari kasus yang tidak diobati. Obsesi juga sering pada suatu impuls untuk mencederai atau membunuh bayinya.
Gejala meliputi:
a.       Perubahan suasana hati,
b.      Perilaku tidak rasional dan gangguan agitasi
c.       Ketakutan, kebingungan sebab ibu kehilangan kontak realitas secara cepat,
Biasanya terjadi pada minggu pertama post partum dan jarang terjadi pada 3 hari sebelum post partum dengan mayoritas kejadian sebelum 16 hari dari post partum (Kendell, at all dalam Milles, 2005).
Menurut Bobak ( 2004 ) pengkajian dapat dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru yaitu:
  1. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak mereka, hal – hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
2.      Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi seksualitasnya.
Perasaan – perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
3.      Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu.
Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda – tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
4.      Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan dapat diperlakukan kasar.
5.      Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak – anak lain.
Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.

  2.2.5 Phatway
     
      

2.2.6 Penatalaksanaan
          Pada wanita yang menderita penyakit ini dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke kegusaran dan berganti menjadi euforia dalam waktu singkat. Penderita kehilangan semangat dan kenyamanan dalam beraktifitas,sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga, sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta nafas terasa cepat.
Untuk mengurangi jumlah penderita ini sebagai anggota keluarga hendaknya harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian.
Saran kepada penderita untuk:
1. beristirahat cukup
2. mengkonsumsi makanan dengan gizi yang seimbang
3. bergabung dengan orang-orang yang baru
4. bersikap fleksible
5. berbagi cerita dengan orang terdekat
6.sarankan untuk berkonsultasi dengan tenaga medis

2.2.7 Terapi obat
Pasien mungkin membuntuhkan terapi obat untuk jangka waktu tertentu, seperti; haloperidol (haldol) atau flufenazin (prolixin, anatensol), keduanya diberikan dosis 2-5 mg per os 3x sehari.

2.2.7 Evaluasi dan pengelolahan
1.      Pertimbangankan risiko yang besar terjadi pembunuhan dan membunuh bayinya tersebut, siapkan rawat inap untuk merawat pasien.
2.      Konseling berikutnya sangat di perlukan dan harus termasuk pertolongan bayinya dan observasi pasien untuk terjadinya mania, depresi, atau sindrom psikiatrik lainnya.
3.      Terapi keluarga dapat membantu meninjau dan memproses dampak episode ini pada keluarga, dan membantu mereka dalam mengatasi dan mungkin terjadinya episode berikutnya.
4.      Antipsikotika mungkin dibutuhkan.


1.3    Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges ( 2001 ) Adalah:
  1. Aktivitas / istirahat
Insomnia mungkin teramati.
2.      Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
  1. Integritas Ego
Peka rangsang, takut / menangis ( ” Post partum psikosis ” sering terlihat
kira – kira 3 hari setelah kelahiran ).
4.      Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
  1. Makanan / cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari – hari ke-3.
6.      Nyeri / ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
7.      Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( misalnya ; menyusui ). Payudara : Produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
8.      Tanda-tanda Vital
Biasanya nadi meningkat, pernafasan meningkat, TD meningkat.
a.    Kebiasaan sehari-hari.
1.       Kebersihan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga (kebersihan kurang).
2.       Tidur
Biasanya klien mengalami gangguan tidur, gelisah .
3.       Data sosek .
Biasanya gangguan psikologis ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah .
4.       Data psikologis.
Biasanya klien murung, gelisah, rasa tidak percaya kepada orang lain, cemas, menari diri.
1.3.2        Diagnosa Keperawatan
1.      Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri negative, system pendukung, yang tidak adekuat.
2.      Gangguan interaksi social b/d depresi berat.
3.      Resiko mencederai diri sendiri dan bayi b/d Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain, Panik, Reaksi kemarahan/amok.
4.      Perubahan persepsi sensori : Pendengaran/penglihatan b/d panik, menarik diri, stress berat, mengancam ego yang lemah

1.3.3        Intervensi Keperawatan
1.      Koping individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri negative, system pendukung, yang tidak adekuat
Tujuan : Koping individu kembali efektif
Kriteria : 
-          Klien menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah
-          Klien menunjukkan kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya serta menunjukkan kemampuan memenuhi kebutuhan fisiolgis dan psikologis
Intervensi:
a.       Terapkan hubungan terapeutik perawat- klien
Ras : Pasien mungkin merasa lebih bebas dalam konteks hubungan ini
b.      Kaji munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik ralaksasi, keinginan untuk mengekspresikan perasaan
Ras : Jika individu memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan pada masa lampau, mungkin dapat digunakan sekarang untuk mengatasi ketegangan dan kontrol individu
c.       Dorong klien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah dilakukan untuk mengatasi perasaan ansietas
Ras : Menyatakan petunjuk untuk membantu klien dalam mengembangkan kemampuan koping
d.      Sediakan lingkungan yang tenang dan tidak memanipulasi serta menentukan apa yang dibutuhkan klien
Ras : Menurunkan ansietas dan menyediakan kontrol bagi klien selama situasi krisis.
e.       Diskusikan perasaan menyalahkan diri sendiri/ orang lain
Ras : Ketika mekanisme ini dilindungi pada waktu kritis terdapat perasaan kounter-produktif dan interfiksasi dari perasaan tidak tertolong dan tanpa harapan
f.       Identifikasi tingkah laku penanggulangan yang baru bahwa klien menunjukkan dan memperkuat adaptasi positif
Ras : Selama krisis, klien mengembangkan cara baru dalam menghadapi masalah yang dapat membantu revolusi situasi sekarang dan krisis masa depan
2.      Koping keluarga yang tidak efektif, ketidak nyamanan b/d depresi mental dan efek pada keluarga
Tujuan : Koping keluarga kembali efektif
Kriteria :
-          Klien menunjukkan kemampuan untuk menunjukkan identifikasi sumber-sumber dalam diri sendiri untuk berhadapan dengan situasi
-          Klien menunjukkan kemampuan untuk menghadapi situasi dengan caranya sendiri
Intervensi :
a.       Kaji tingkat ansietas yang muncul pada keluarga atau orang terdekat
Ras : Tingkat ansietas harus dihadapi sebelum pemecahan masalah dapat dimulai
b.      Kaji masalah sebelum sakit/ tingkah laku saat ini yang mengganggu perawatan/ proses penyembuhan klien
Ras : Informasikan mengenai masalah keluarga akan membantu dalam mengembangkan rencana keperawatan yang sesuai
c.       Kaji tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaimana mereka diterima oleh klien
Ras : Orang terdekat mungkin berusaha untuk membantu namun tidak dipersepsikan sebagai sebagai bantuan oleh klien
d.      Ikut sertakan orang terdekat dalam pemberian informasi, pemecahan masalah dan perawatan klien sesuai kemungkinan
Ras : informasi dapat mengurangi perasaab tanpa harapan dan tidak berguna, keikut sertaan dalam perawatan akan meningkatkan perasaan kontrol dan harga diri
e.       Dorong pencarian bantuan situasi kebutuhan memberikan informasi mengenai orang dan institusi yang tersedia bagi mereka
Ras : Izin untuk mencari bantuan sesuai kebutuhan akan membuat mereka memilih untuk mengambil keuntungan dari apa yang tersedia.
3.      Resiko mencederai diri sendiri dan bayi b/d Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain, Panik, Reaksi kemarahan/amok.
Tujuan : Pasien tidak akan membahayakan dirinya dan orang lain (bayi).
Kriteria :
-          Klien menunjukkan keadaan tentang dan tidak mengancam
-          Klien menunjukkan kemampuan mengontrol diri
Intervensi :
a.         Pertahankan agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah, sedikit orang, dekorasi yang sederhana,tingkat kebisingan rendah ).
Ras :Tingkat ansietas akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus. Individu-individu yang ada mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman karena mencurigakan, sehingga akhirnya membuat pasien agitasi
b.        Observasi secara ketat perilaku pasien (setiap 15 menit).
Ras : Obserfasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuik selalu memastikan bahwa pasien  berada dalam keadaan aman.
c.         Singkirkan semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan  sekitar pasien,
Ras : Jika pasien berada dalam keadaan gelisah, bingung, pasien tidak akan menggunakan  benda-benda tersebut untuk membahayakan diri sendiri maupun  orang lain.
d.        Coba salurkan perilaku merusak diri ke kegiatn fisik untuk menurunkan ansietas pasien (mis,memukuli karung pasir).
Ras : Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf untuk menghilaangkan ketegangan yang terpendam.
e.         Staf harus mempertahankan daan menampilkan perilaku yang tenang terhadap     pasien.
Ras : Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat kepada pasien.

4.      Perubahan persepsi sensori : Pendengaran/penglihatan b/d panik, menarik diri, stress berat, mengancam ego yang lemah
Tujuan : Pasien dapat mendefinisikan dan memeriksa realitas, mengurangi terjadinya halusinasi.
Kriteria :
-          Klien menyebutkan tempat
-          Klien menunjukkan kemampuan mengungkapkan keadaan sekitar
Intervensi :
a.       Observasi pasien dari tanda-tanda halusinasi ( sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam ditengah-tengah pembicaraan ).
Ras : Intervensi awal akan mencegaah respons agresif yang diperintah dari halusinasinya.
b.       Hindari menyentuh pasien sebelum mengisyaratkan kepadanya bahwa kita juga tidak apa-apa diperlakukan seperti itu
Ras : Pasien dapat saja mengartikan sentuhan sebagaai suatu ancaman dan berespons dengan cara yang agresif.
c.       Sikap menerima akan mendorong pasien untuk menceritakan isi halusinaasinya dengan perawat.
Ras : Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap pasien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi.
d.      Jangan dukung halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” daripada kata-kata “mereka” yang secara tidak langsung akan memvalidasi hal tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa perawat tidak sedang membagikaan persepsi. Kaaaatakan “meskipun saya menyadari bahwa suara-suara tersebut nyata untuk anda, saya sendiri tidak mendengarkan suara-suara yang berbicara apapun.”
Ras : Perawat harus jujur kepada pasien sehingga pasien menyadari bahwa halusinasi    tersebut adalah tidak nyata.
e.       Coba untuk menghubungkan waktu terjadinya halusinaasi dengan waktu meningkatnmya ansietas. Bantu pasien untuk mengerti hubungaan ini.
Ras : Jika pasien dapat belajar untuk menghentikan peningkatan ansietas, halusinasi dapat dicegah.
f.        Coba untuk mengalihkan pasien dari halusinasinya.
Ras : Keterlibatan pasien dalam kegiatan-kegiataan interpersonal dan jelaskan tentang situasi kegiatan tersebut, hal ini akan menolong pasien untuk kembaliu kepada realita

1.3.4        Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan.

1.3.5        Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.




DAFTAR PUSTAKA


Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
Chamberlain,Geoffrey, Sir John Dewhurst. 1994. Obstetri dan Ginekologi.Edisi 2.Penerbit Widya Medika

Doenges, Marilynn E.2001.Rencana perawatan maternal/Bayi:pedoman perencanaan & dokumentasi perawatan klien;alih bahasa, monica ester,Ed.2.Jakarta:EGC

Cunningham,F. Gery, Norma.F Gant. 2006. Obstetri William. Edisi 2. Vol. I. Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Idris, Amril.2010.Gangguan Psikologis Diambil pada 07 Juni 2011 dari  http://amrilaril.blogspot.com/

Kaplan, Harold I.1998.Ilmu kedokteran jiwa; alih bahasa, W.M. Roan.Jakarta:Widya Medika

Manuaba, Ida bagus Gde.1998.Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan.Jakarta : EGC

    Milles.2009.Buku ajar Bidan,editor,Diane M. Fraser; alih bahasa Pamilih eko.Edisi 14.Jakarta:EGC