2.1
Pengertian Psikologis Post Partum
2.1.1
Post Partum
Post
partum (Puerperium) adalah masa pulih kembali mulai dari partus selesai
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil, lamanya 6-8 minggu.
( Rustam Muchtar, 1998).
sampai alat – alat kandungan kembali seperti pra hamil, lamanya 6-8 minggu.
( Rustam Muchtar, 1998).
Kala
Puerperium berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari merupakan waktu yang
diperlukan untuk pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal, dijumpai 2
kejadian pada puerperium yaitu involusio dan proses laktasi.
( Ida Bagus Gde Manuaba, 1998).
( Ida Bagus Gde Manuaba, 1998).
Masa
Puerperium atau Masa Nifas mulai setelah partus selesai dan berakhir kira –
kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genital baru pulih kembali seperti
sebelum ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. ( Ilmu Kandungan, 1999).
Pengawasan
dan asuhan post partum sangat diperlukan yang tujuanya adalah sebagai berikut :
1.
Menjaga kesehatan ibu dan
batinya, baik fisik maupun psikologi.
2.
Melaksanakan sekrining yang
komprehensif, mendeteksi masalah mengobati, atau merujuk bila terjadi
komplikasi pada ibu maupun bayinya.
3.
Memberikan pendidikan kesehatan
tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian imunisasi
pada saat bayi sehat.
4.
Meberikan pelanyanan KB.
Gangguan
yang sering terjadi pada masa nifas berupa gangguan psikologis seperti Post
Partum Blues (PPS), depresi post partum dan post partum psikologi.
2.1.2 Psikologis Post partum
Depresi post partum adalah keadaan emosi
yang ditandai oleh episode menangis ringan sesaat dan perasaan sedih selama 10
hari pertama setelah melahirkan.
Psikosa post partum adalah gangguan
kepribadian derajat berat yang mengurangi kemampuan fungsi tangguang jawab
pasien, Gejala-gejala ini diklasifikasikan sebagai psikosis manik depresi
psikosis post partum, skizoprenia dan keadaan kebingungan toksik. (Kapita
selekta kedaruratan obstetri dan ginekologi : 367).
A. Etiologi
Penyebab dari depresi post partum belum
diketahui secara pasti tetapi kemungkinan merupakan kombinasi dari aspek
biologis, psikososial, stress situasional. Hal ini juga berhubungan dengan
latar belakang depresi personal atau keluarga, dukungan social yang rendah dan
masalah selama kehamilan dan kelahiran.
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan
resiko gangguan dapat berupa :
·
Prustasi
hormonal seiring dengan kelahiran,
·
Latar
belakang depresi, gangguan mental ,
·
Disfungsi
mental atau kesulitan berhubungan dengan orang terdekat,
·
Kemarahan
terhadap kehamilan,
·
Perasaan
terisolasi atau tidak ada dukungan dari keluarga,
·
Kelelahan,
kurang tidur, kekhawatiran financial, melahirkan bayi cacat,
·
Kehamilan
yang tidak diinginkan.
Post partum syndrome atau distress post partum adalah
suatu kondisi di mana seseorang ibu seringkali merasa uring-uringan, muram atau
bentu-bentuk rasa tak bahagia lainnya. Fase ini dalam jangka waktu dua hari
sampai dua minggu pasca persalinan. Syndrome ini masih tergolong normal dan
sifatnya sementara.
B.
Macam-macam
post partum syndrome
a. Baby
blues
Merupakan bentuk yang paling ringan dan berlangsung
hanya beberapa hari saja. Gejala berupa perasaan sedih, gelisah, seringkali
uring-uringan dan khawatir tanpa alasan yang jelas. Tahapan baby blues ini
hanya berlangsung dalam waktu beberapa hari saja. Pelan-pelan si ibu dapat
pulih kembali dan mulai bisa menyesuaikan diri dengan kehidupan barunya.
b. Depresi
post partum
Bentuk yang satu ini lumayan agak berat tingkat
keparahannya yang membedakan ibu tidak bisa tidur atau sulit untuk tidur. Dapat
terjadi dua minggu sampai setahun setelah melahirkan.
c. Psikosis
post partum
Jenis ini adalah yang paling parah. Ibu dapat
mengalami halusinasi, memiliki keinginan untuk bunuh diri. Tak saja psikis si
ibu yang nantinya jadi tergantung secara keseluruhan.
C. Penatalaksanaan
1. Terapi terbaik dari depresi tersebut
adalah kombinasi dari psikoterapi, dukungan social dan meditasi. Psikoterapi
mungkin lebih berguna dalam membantu ibu untuk mengatasi perubahan dalam hidup
mereka, pasangan, dan keluarga terdekat harus ikut dalam sesi konseling
sehingga mereka bisa memahami apa yang mereka rasakan dan butuhkan.
2. Pengobatan psikoterapi obat-obat
penenang atau peningkatan suasana hati atau gangguan obat-obat ini dapat
diindikasikan terapi spesifik tergantung pada sifat gangguan psikiatri.
3. Anti depresan sering digunakan untuk
depresi post partum dan mungkin diteruskan selama 6 bulan atau lebih, jika ibu
ingin melanjutkan pemberian asi obat-obat yang digunakan harus aman selama
laktasi karena hal ini dapat mempengaruhi proses banding.
4. Rawat inap mungkindiperlukan untuk
mencegah cedera diri atau ansietas yang tidak tertahankan atau peranan tingkah
laku yang tidak dapat dikontrol.
2.2
Psikosis Post Partum
2.2.1. Pengertian Psikosis Post Partum
Pertama kali dikenal sebagai gangguan
psikologis pada tahun 1850, psikosis postpartum adalah suatu kondisi mental
yang sangat serius yang memerlukan perhatian medis segera. Menariknya, studi
tentang tingkat gangguan tersebut telah menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang
mengalami psikosis postpartum tidak berubah sejak pertengahan 1800-an.
Psikosis Post partum adalah penyakit langka,
dibandingkan dengan tingkat depresi postpartum atau kecemasan. Hal ini terjadi
pada sekitar 1 sampai 2 dari setiap 1.000 kelahiran, atau sekitar 0,1% dari
kelahiran. Biasanya yang paling sering dalam postpartum 4 minggu pertama.
Merupakan suatu episode psikotik akut
pada wanita yag timbul tidak lama setelah persalinan (Harold,1998).
Psikosis terjadi kurang lebih 2-3 per
1000 kelahiran (Kendell, et all dalam Milles, 2005). Memerlukan perawatan
psikiatrik, meskipun psikosis post partum merupakan sindrom yang sangat jarang
terjadi tetapi sebagai gangguan paling berat dan dramatis yang terjadi pada
periode post partum.
Postpartum Psikosis adalah gangguan mood
yang dapat menghancurkan perkembangan ibu pada postpartum, terjadi dua sampai
empat minggu atau segera setelah wanita melahirkan. Psikosis post partum
menyebabkan paranoia, halusinasi (mendengar suara-suara mendesak ibu baru untuk
bunuh diri atau anaknya), insomnia parah, kehilangan nafsu makan, kecemasan dan
depresi. Merupakan suatu episode psikotik akut pada wanita yag timbul tidak
lama setelah persalinan.
2.2.2 Etiologi
Disebabkan
karena wanita menderita bipolar disorder atau masalah psikiatrik lainnya yang
disebut schizoaffektif disorder. Wanita tersebut mempunyai resiko tinggi untuk
terkena post partum psikosa.
2.2.3 Gambaran
klinis
Psikosis pasca-bersalin (postpartum)
dapat terjadi dalam jangka waktu setahun setelah melahirkan anak. Sering
dimulai dalam minggu pertama setelah
bersalin. Kebanyakan pasien tidak pernah mengalaminya atau tidak pernah mengidap
psikiatrik sebelumnya.
Namun demikian, insidennya amat besar
pada pasien dengan riwayat gangguan bipolar, gangguan psikiatrik pasca
persalinan dan riwayat keluarga tentang gangguan psikiatrik pasca-bersalin
sering pada Ganguan ini terjadi pada 0,1
– 0,2 % dari semua kehamilan dan lebih jarang dari depresi pasca persalinan
(Harold,1998).
Gambaran klinis:
a.
Keresahan
dan agitasi,
b. Kebingungan dan konfusi
c. Rasa curiga, ketakutan, dan insomnia
d. Episode mania (hipnaktif), misalnya
berbicara dengan cepat terus menerus,
e. Pengabaian kebutuhan nutrisi,
f. Halusinasi, gangguan perilaku mayor,
g. Suasana hati depresi mendalam. (Kendell,
at all dalam Milles, 2005).
2.2.4 Gejala paling
sering dijumpai
Depresi psikotik juga sering, gejala
khas: agitasi, gelisah, menangis, bingung, dan akhirnya timbul episoda psikotik
yang gawat dengan gambaran mania dan delerium. Peristiwa bunuh diri dan
membunuh bayi mencapai 10 % dari kasus yang tidak diobati. Obsesi juga sering
pada suatu impuls untuk mencederai atau membunuh bayinya.
Gejala meliputi:
a.
Perubahan
suasana hati,
b. Perilaku tidak rasional dan gangguan
agitasi
c.
Ketakutan,
kebingungan sebab ibu kehilangan kontak realitas secara cepat,
Biasanya terjadi pada minggu pertama
post partum dan jarang terjadi pada 3 hari sebelum post partum dengan mayoritas
kejadian sebelum 16 hari dari post partum (Kendell, at all dalam Milles, 2005).
Menurut Bobak ( 2004 ) pengkajian dapat dilakukan pada
pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru yaitu:
- Dampak
pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk
memeriksa proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat
hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu dan
pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang kelahiran anak
mereka, hal – hal yang mencakup kelahiran pervagina dan beberapa intervensi
medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan sangat berbeda dari yang
diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi epidural, kelahiran sesar ), orang
tua bisa merasa kecewa karena tidak bisa mencapai yang telah direncanakan
sebelumnya. Apa yang dirasakan orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah
pasti akan mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
2.
Citra diri
ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra
tubuh, dan seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan
tubuhnya selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam
menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat mempengaruhi
seksualitasnya.
Perasaan – perasaan yang berkaitan dengan penyesuaian
perilaku seksual setelah melahirkan seringkali menimbulkan kekhawatiran pada
orang tua baru. Ibu yang baru melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai
hubungan seksual karena takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual
akan mengganggu penyembuhan jaringan perineum.
3.
Interaksi
Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh
meliputi evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua
terhadap kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik
ibu maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini kebanyakan
riset hanya berfokus pada ibu.
Banyak orang tua baru mengalami kesulitan untuk
menjadi orang tua sampai akhirnya keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan
atau kebapaan pada perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak.
Tanda – tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera
setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir dan melanjutkan
proses untuk menegakkan hubungan mereka.
4.
Perilaku
Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi
realistis orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan
kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan ketidakberdayaannya.
Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif ketika mereka merasakan suka cita
karena kehadiran bayinya.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua
tidak sesuai dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan
dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan dapat
diperlakukan kasar.
5.
Struktur dan
fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien
post partum blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian
seorang wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh
hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan anak – anak
lain.
Perawat dapat membantu meringankan tugas ibu baru yang
akan pulang dengan mengkaji kemungkinan konflik yang bisa terjadi diantara
anggota keluarga dan membantu ibu merencanakan strategi untuk mengatasi masalah
tersebut sebelum keluar dari rumah sakit.
2.2.5
Phatway
2.2.6 Penatalaksanaan
Pada wanita yang menderita penyakit
ini dapat terkena perubahan mood secara drastis, dari depresi ke kegusaran dan
berganti menjadi euforia dalam waktu singkat. Penderita kehilangan semangat dan
kenyamanan dalam beraktifitas,sering menjauhkan diri dari teman atau keluarga,
sering mengeluh sakit kepala dan nyeri dada, jantung berdebar-berdebar serta
nafas terasa cepat.
Untuk mengurangi jumlah penderita ini
sebagai anggota keluarga hendaknya harus lebih memperhatikan kondisi dan keadaan
ibu serta memberikan dukungan psikis agar tidak merasa kehilangan perhatian.
Saran kepada
penderita untuk:
1. beristirahat cukup
2. mengkonsumsi makanan dengan gizi yang
seimbang
3. bergabung dengan orang-orang yang
baru
4. bersikap fleksible
5. berbagi cerita dengan orang terdekat
6.sarankan untuk berkonsultasi dengan
tenaga medis
2.2.7 Terapi obat
Pasien mungkin membuntuhkan terapi obat
untuk jangka waktu tertentu, seperti; haloperidol (haldol) atau flufenazin
(prolixin, anatensol), keduanya diberikan dosis 2-5 mg per os 3x sehari.
2.2.7 Evaluasi dan
pengelolahan
1.
Pertimbangankan
risiko yang besar terjadi pembunuhan dan membunuh bayinya tersebut, siapkan
rawat inap untuk merawat pasien.
2. Konseling berikutnya sangat di perlukan
dan harus termasuk pertolongan bayinya dan observasi pasien untuk terjadinya
mania, depresi, atau sindrom psikiatrik lainnya.
3. Terapi keluarga dapat membantu meninjau
dan memproses dampak episode ini pada keluarga, dan membantu mereka dalam
mengatasi dan mungkin terjadinya episode berikutnya.
4. Antipsikotika mungkin dibutuhkan.
1.3
Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn
E. Doenges ( 2001 ) Adalah:
- Aktivitas
/ istirahat
Insomnia mungkin teramati.
2.
Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
- Integritas
Ego
Peka
rangsang, takut / menangis ( ” Post partum psikosis ” sering terlihat
kira – kira 3 hari setelah kelahiran ).
kira – kira 3 hari setelah kelahiran ).
4.
Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
- Makanan
/ cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan
mungkin hari – hari ke-3.
6.
Nyeri /
ketidaknyamanan
Nyeri tekan
payudara / pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai ke-5 pascapartum.
7.
Seksualitas
Uterus 1 cm
diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun kira-kira 1 lebar jari
setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke-2- 3, berlanjut menjadi
lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi (misalnya ; rekumben versus
ambulasi berdiri ) dan aktivitas ( misalnya ; menyusui ). Payudara : Produksi
kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada susu matur, biasanya pada hari ke-3;
mungkin lebih dini, tergantung kapan menyusui dimulai.
8.
Tanda-tanda
Vital
Biasanya nadi meningkat, pernafasan
meningkat, TD meningkat.
a. Kebiasaan sehari-hari.
1. Kebersihan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak
terjaga (kebersihan kurang).
2. Tidur
Biasanya klien
mengalami gangguan tidur, gelisah .
3. Data sosek .
Biasanya gangguan
psikologis ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah .
4. Data psikologis.
Biasanya klien murung,
gelisah, rasa tidak percaya kepada orang lain, cemas, menari diri.
1.3.2
Diagnosa Keperawatan
1. Koping individu tidak efektif b/d stress
kelahiran, konsep diri negative, system pendukung, yang tidak adekuat.
2. Gangguan interaksi social b/d depresi
berat.
3. Resiko mencederai diri sendiri dan bayi
b/d Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain, Panik, Reaksi
kemarahan/amok.
4. Perubahan
persepsi sensori : Pendengaran/penglihatan b/d panik,
menarik diri, stress berat, mengancam
ego yang lemah
1.3.3
Intervensi Keperawatan
1.
Koping
individu tidak efektif b/d stress kelahiran, konsep diri negative, system
pendukung, yang tidak adekuat
Tujuan : Koping individu
kembali efektif
Kriteria :
-
Klien
menunjukkan kemampuan menyelesaikan masalah
-
Klien
menunjukkan kemampuan untuk mengekspresikan perasaannya serta menunjukkan
kemampuan memenuhi kebutuhan fisiolgis dan psikologis
Intervensi:
a.
Terapkan
hubungan terapeutik perawat- klien
Ras : Pasien mungkin
merasa lebih bebas dalam konteks hubungan ini
b.
Kaji
munculnya kemampuan koping positif, misalnya penggunaan teknik ralaksasi,
keinginan untuk mengekspresikan perasaan
Ras : Jika individu
memiliki kemampuan koping yang berhasil dilakukan pada masa lampau, mungkin
dapat digunakan sekarang untuk mengatasi ketegangan dan kontrol individu
c.
Dorong
klien untuk berbicara mengenai apa yang terjadi saat ini dan apa yang telah
dilakukan untuk mengatasi perasaan ansietas
Ras : Menyatakan
petunjuk untuk membantu klien dalam mengembangkan kemampuan koping
d.
Sediakan
lingkungan yang tenang dan tidak memanipulasi serta menentukan apa yang
dibutuhkan klien
Ras : Menurunkan
ansietas dan menyediakan kontrol bagi klien selama situasi krisis.
e.
Diskusikan
perasaan menyalahkan diri sendiri/ orang lain
Ras : Ketika mekanisme
ini dilindungi pada waktu kritis terdapat perasaan kounter-produktif dan
interfiksasi dari perasaan tidak tertolong dan tanpa harapan
f.
Identifikasi
tingkah laku penanggulangan yang baru bahwa klien menunjukkan dan memperkuat
adaptasi positif
Ras : Selama krisis,
klien mengembangkan cara baru dalam menghadapi masalah yang dapat membantu
revolusi situasi sekarang dan krisis masa depan
2.
Koping
keluarga yang tidak efektif, ketidak nyamanan b/d depresi mental dan efek pada
keluarga
Tujuan : Koping
keluarga kembali efektif
Kriteria :
-
Klien
menunjukkan kemampuan untuk menunjukkan identifikasi sumber-sumber dalam diri
sendiri untuk berhadapan dengan situasi
-
Klien
menunjukkan kemampuan untuk menghadapi situasi dengan caranya sendiri
Intervensi :
a.
Kaji
tingkat ansietas yang muncul pada keluarga atau orang terdekat
Ras : Tingkat ansietas
harus dihadapi sebelum pemecahan masalah dapat dimulai
b.
Kaji
masalah sebelum sakit/ tingkah laku saat ini yang mengganggu perawatan/ proses
penyembuhan klien
Ras : Informasikan
mengenai masalah keluarga akan membantu dalam mengembangkan rencana keperawatan
yang sesuai
c.
Kaji
tindakan orang terdekat sekarang ini dan bagaimana mereka diterima oleh klien
Ras : Orang terdekat
mungkin berusaha untuk membantu namun tidak dipersepsikan sebagai sebagai
bantuan oleh klien
d.
Ikut
sertakan orang terdekat dalam pemberian informasi, pemecahan masalah dan
perawatan klien sesuai kemungkinan
Ras : informasi dapat
mengurangi perasaab tanpa harapan dan tidak berguna, keikut sertaan dalam perawatan
akan meningkatkan perasaan kontrol dan harga diri
e.
Dorong
pencarian bantuan situasi kebutuhan memberikan informasi mengenai orang dan
institusi yang tersedia bagi mereka
Ras : Izin untuk
mencari bantuan sesuai kebutuhan akan membuat mereka memilih untuk mengambil
keuntungan dari apa yang tersedia.
3. Resiko mencederai diri sendiri dan bayi
b/d Kurang rasa percaya : kecurigaan terhadap orang lain, Panik, Reaksi
kemarahan/amok.
Tujuan : Pasien tidak
akan membahayakan dirinya dan orang lain (bayi).
Kriteria :
-
Klien
menunjukkan keadaan tentang dan tidak mengancam
-
Klien
menunjukkan kemampuan mengontrol diri
Intervensi :
a.
Pertahankan
agar lingkungan pasien pada tingkat stimulus yang rendah (penyinaran rendah,
sedikit orang, dekorasi yang sederhana,tingkat kebisingan rendah ).
Ras :Tingkat ansietas
akan meningkat dalam lingkungan yang penuh stimulus. Individu-individu yang ada
mungkin dirasakan sebagai suatu ancaman karena mencurigakan, sehingga akhirnya
membuat pasien agitasi
b.
Observasi
secara ketat perilaku pasien (setiap 15 menit).
Ras : Obserfasi ketat merupakan hal yang penting, karena dengan
demikian intervensi yang tepat dapat diberikan segera dan untuik selalu
memastikan bahwa pasien berada dalam
keadaan aman.
c.
Singkirkan
semua benda-benda yang dapat membahayakan dari lingkungan sekitar pasien,
Ras : Jika pasien berada dalam keadaan gelisah, bingung, pasien tidak
akan menggunakan benda-benda tersebut
untuk membahayakan diri sendiri maupun
orang lain.
d.
Coba salurkan
perilaku merusak diri ke kegiatn fisik untuk menurunkan ansietas pasien
(mis,memukuli karung pasir).
Ras : Latihan fisik adalah suatu cara yang aman dan efektf untuk
menghilaangkan ketegangan yang terpendam.
e.
Staf harus
mempertahankan daan menampilkan perilaku yang tenang terhadap pasien.
Ras : Ansietas menular dan dapat ditransfer dari perawat kepada pasien.
4.
Perubahan persepsi sensori : Pendengaran/penglihatan
b/d panik, menarik diri, stress
berat, mengancam ego yang lemah
Tujuan : Pasien dapat
mendefinisikan dan memeriksa realitas, mengurangi terjadinya halusinasi.
Kriteria :
-
Klien
menyebutkan tempat
-
Klien
menunjukkan kemampuan mengungkapkan keadaan sekitar
Intervensi :
a.
Observasi
pasien dari tanda-tanda halusinasi ( sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara
atau tertawa sendiri, terdiam ditengah-tengah pembicaraan ).
Ras
: Intervensi awal akan mencegaah respons agresif yang diperintah dari
halusinasinya.
b.
Hindari
menyentuh pasien sebelum mengisyaratkan kepadanya bahwa kita juga tidak apa-apa
diperlakukan seperti itu
Ras : Pasien dapat saja mengartikan sentuhan sebagaai suatu ancaman dan
berespons dengan cara yang agresif.
c.
Sikap
menerima akan mendorong pasien untuk menceritakan isi halusinaasinya dengan
perawat.
Ras : Penting untuk mencegah kemungkinan terjadinya cedera terhadap
pasien atau orang lain karena adanya perintah dari halusinasi.
d.
Jangan dukung
halusinasi. Gunakan kata-kata “suara tersebut” daripada kata-kata “mereka” yang
secara tidak langsung akan memvalidasi hal tersebut. Biarkan pasien tahu bahwa
perawat tidak sedang membagikaan persepsi. Kaaaatakan “meskipun saya menyadari
bahwa suara-suara tersebut nyata untuk anda, saya sendiri tidak mendengarkan
suara-suara yang berbicara apapun.”
Ras : Perawat harus jujur kepada pasien sehingga pasien menyadari bahwa
halusinasi tersebut adalah tidak
nyata.
e.
Coba untuk
menghubungkan waktu terjadinya halusinaasi dengan waktu meningkatnmya ansietas.
Bantu pasien untuk mengerti hubungaan ini.
Ras : Jika pasien dapat belajar untuk menghentikan peningkatan
ansietas, halusinasi dapat dicegah.
f.
Coba untuk
mengalihkan pasien dari halusinasinya.
Ras : Keterlibatan pasien dalam kegiatan-kegiataan interpersonal dan
jelaskan tentang situasi kegiatan tersebut, hal ini akan menolong pasien untuk
kembaliu kepada realita
1.3.4
Implementasi
Setelah
rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana
tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna
memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan yang diharapkan.
1.3.5
Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil
yang diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat teratasi.
Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau pengkajian ulang jika
tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Bobak.
2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas.
Jakarta: EGC
Chamberlain,Geoffrey,
Sir John Dewhurst. 1994. Obstetri dan
Ginekologi.Edisi 2.Penerbit Widya Medika
Doenges,
Marilynn E.2001.Rencana perawatan
maternal/Bayi:pedoman perencanaan & dokumentasi perawatan klien;alih
bahasa, monica ester,Ed.2.Jakarta:EGC
Cunningham,F.
Gery, Norma.F Gant. 2006. Obstetri
William. Edisi 2. Vol. I. Penerbit Buku Kedokteran : EGC
Idris,
Amril.2010.Gangguan Psikologis
Diambil pada 07 Juni 2011 dari
http://amrilaril.blogspot.com/
Kaplan,
Harold I.1998.Ilmu kedokteran jiwa;
alih bahasa, W.M. Roan.Jakarta:Widya Medika
Manuaba, Ida
bagus Gde.1998.Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan, & Keluarga Berencana
untuk Pendidikan Bidan.Jakarta : EGC
Milles.2009.Buku
ajar Bidan,editor,Diane M. Fraser; alih bahasa Pamilih eko.Edisi
14.Jakarta:EGC