2.1 Pengertian Kelainan Seksual
2.1.1 Kelainan
Seksual
Kelainan seksual atau dengan istilah (paraphilia) pertama
kali disebut oleh seorang psikoterapis bernama Wilhelm Stekel dalam bukunya
berjudul Sexual Aberrations pada tahun 1925. Paraphilia berasal dari
bahasa Yunani, para berarti "di samping" dan philia berarti
"cinta".
Definisi mengenai paraphilia menjelaskan sebagai kondisi
yang ditandai dorongan, fantasi, atau perilaku seksual yang berulang dan
intensif, yang melibatkan objek, aktivitas atau situasi yang tidak biasa dan
menimbulkan keadaan distress (stres yang berbahaya) yang meyakinkan secara
klinis atau kerusakan dalam masyarakat, pekerjaan atau area fungsi-fungsi
lainnya.
Paraphilia terdiri dari banyak jenis yang sebagian besar
sudah dikenal di masyarakat. Jenis-jenis dari paraphilia, antara lain:
1. Ekshibisionisme:
mempertunjukkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal untuk mendapatkan
kenikmatan seksual.
2. Fetisisme: umumnya
menggunakan benda-benda khas wanita seperti bra, celana dalam, untuk mendapatkan
kenikmatan seksual.
3. Froteurisme: kenikmatan
seksual dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan ke bagian sensitif orang yagn
sedang tidak memperhatikan di tempat yang berdesakan.
4. Masokisme seksual:
kenikmatan seksual diperoleh jika secara fisik dilukai, diancam, atau dianiaya.
5. Sadisme seksual:
kebalikan dari masokisme, yaitu kenikmatan seksual diperoleh jika menyebabkan
penderitaan fisik maupun psikis pada mitra seksual.
6. Fetisisme transvestik: dorongan seksual
diperoleh dengan berpikir atau berimajinasi sebagai wanita, mengenakan baju
wanita.
7. Veyourisme: kenikmatan seksual dengan mengintip orang
lain yang sedang mengganti atau menanggalkan pakaiannya, telanjang, atau sedang
beraktivitas seksual.
8. Homoseksual: salah satu kelainan seksual
pada seseorang yang menyukai sesama jenisnya. Jika penderita homoseksual adalah
laki-laki, maka sebutannya gay dan rasa takut terhadap kaum gay disebut
homofibia.
Jika penderita homoseksual adalah perempuan, maka
sebutannya adalah lesbian. Dan jika seseorang dapat melakukan seksual dengan
sesama jenis maupun lawan jenis disebut biseksual. Homoseksual sebenarnya bukan penyakit pada umumnya, melainkan
cenderung kepada pilihan identitas seseorang. Seorang homoseksual akan sangat
sulit untuk diubah menjadi heteroseksual, yaitu seseorang (laki-laki dan
perempuan) yang tertarik pada jenis kelamin yang berbeda.
9. Sodomi adalah hubungan
seks yang dilakukan melalui anus. Anus hampir dapat disamakan dengan lubang
(maaf) vagina karena memiliki rektum, yaitu bagian usus besar yang terletak dekat
anus. Sodomi beresiko tinggi terhadap kesehatan karena anus merupakan tempat
berkumpulnya bakteri.
10. Transeksual: merupakan bentuk prilaku seseorang
yang tidak menginginkan jenis kelaminnya sehingga merelakan untuk dioperasi
kelamin untuk memperoleh kepuasan seksualnya. Kelainan ini seudah dapat
terprediksi mulai usia kanak-kanak, seperti kesukaannya bermain dengan lawan
jenisnya sehingga sifat lawan jenisnya ada pada dirinya.
11. Necrophili: Penderita kelainan akan
memperoleh kepuasan jika berhubungan dengan mayat. Ia takut berhubungan dengan
normal karena takut terjadi penolakan yang otomatis mempengaruhi psikologis dan
aktivitas seksualnya. Mayat adalah objek seksual yang dianggap tidak akan dapat
melawan atau menolak keinginannya dalam berhubungan seksual.
12. Incest adalah suatu hubungan seksual dengan
pasangan yang masih mempunyai pertalian darah. Hanya karena rasa ketakutan dan
ingin mendapatkan perhatian kasih sayang dari orang tua atau kakaknya, seorang
anak atau remaja mau melakukan perbuatan ini. Biasanya faktor lingkunganlah
yang mempengaruhi kelainan ini, yaitu karena adanya rasa cinta yang mendalam
sebagai anggota keluarga.
13. Zoolagnia adalah kelainan seksual yang diidap
seseorang yang memperoleh kepuasan seksual ketika melihat binatang sedang
berhubungan seksual.
14. Hiperseks adalah seseorang yang selalu ingin
melakukan hubungan seksual sesering mungkin.
15. Triolisme adalah penderita kelainan seksual yang
akan memperoleh kepuasan seksual jika saat melakukan hubungan seksual dengan
pasangannya dilihat oleh orang lain. Triolisme dapat juga diartikan sebagai
hubungan seksual yang dilakukan oleh satu perempuan dengan tiga laki-laki.
16. Bestialitas: Penderita kelainan ini akan
memperoleh kepuasan seksual melalui binatang. Artinya, ia dapat berhubungan
seksual dengan binatang.
17. Hermaphrodite; diambil dari dewa Yunani yaitu
Hermes dan Aprodite yang artinya setengah laki-laki dan setengah perempuan.
Orang tersebut sudah terlahir dengan mempunyai 2 jenis kelamin yang pada
hakikatnya hanya ada satu yang berfungsi sebenarnya.
2.1.2 Penyebab
Kelainan Seksual
Penyebab
paraphilia yang meliputi pelampiasan dorongan agresif atau permusuhan, yang
lebih mungkin terjadi pada pria daripada wanita. Dan beberapa faktor penyebab
kelainan seksual, yaitu:
1. Bawaan dari kecil;
dalam atian bukan saat manusia lahir dari bumi melainkan kearah didikan orang
tua.
2. Lingkungan keluarga
dan budaya di mana seorang anak dibesarkan ikut memengaruhi kecenderungannya
mengembangkan perilaku seks menyimpang. Anak yang orangtuanya sering
menggunakan hukuman fisik dan terjadi kontak seksual yang agresif, lebih
mungkin menjadi agresif dan impulsif secara seksual terhadap orang lain setelah
mereka berkembang dewasa.
3. Trauma, alasan inilah faktor penyebab yg teramat fatal karena jika
seseorang telah patah hati dan sakit hati pada lawan jenisnya sering kali
menimbulkan sindrom untuk mempunyai hubungan kembali dengan lawan jenis tersebut.
Sehingga mereka lebih memilih menjalin hubungan dengan sesama jenis.
Sehingga mereka lebih memilih menjalin hubungan dengan sesama jenis.
4. Penyalahgunaan obat
dan alkohol ditemukan sangat umum terjadi pada penderita paraphilia.
Obat-obatan tertentu tampaknya memungkinkan penderita paraphilia melepaskan
fantasi tanpa hambatan dari kesadaran.
2.2 Pedophilia
Phedophilia; Pedo dari
bahasa latin berarti Anak Kecil,dan Philia
berarti Cinta atau rasa suka yang berlebihan. Jadi Pedophilia adalah orientasi
dan kelainan seksual yang menyukai anak-anak kecil atau bawah umur (seperti
anak SD,SMP)
Sedangkan Pedophil adalah pelaku dan pengidap pedopilia ini.
Sedangkan Pedophil adalah pelaku dan pengidap pedopilia ini.
Tapi bukan berarti jika anak seusia mereka berpacaran bisa
disebut Pedo,karena seorang pedo adalah seseorang yang menyukai anak-anak
dibawah umur (misalnya orang 25 tahun hanya menyukai anak umur 6-12 tahun,
karena seorang pedho tidak menyukai anak-anak seusianya, kecuali dia pedo dan
biseksual).
Jenis-jenis pedophilia, ada 2 jenis Paedopilia ini:
a. Pedophilia Heteroseksual,yaitu kelainan
seksual terhadap anak-anak perempuan dibawah umur (usia 5-12 tahun).
b. Pedophilia Homoseksual adalah kelainan
seksual yang menyukai anak-anak laki-laki bawah umur.
2.3 Sexual Abuse
2.3.1 Pengertian Sexual Abuse
Kemudian
klasifikasi kekerasan atau penganiayaan seksual pada anak diklasifikasi menjadi
tiga kategori, antara lain: perkosaan, incest, dan eksploitasi. Perkosaan
biasanya terjadi pada saat pelaku terlebih dahulu mengancam dengan
memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Incest, diartikan sebagai hubungan
seksual atau aktivitas seksual lainnya antarindividu yang mempunyai hubungan
dekat, yang perkawinan di antara mereka dilarang, baik oleh hukum, kultur,
maupun agama. Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi (Suda,
2006).
Kekerasan
seksual (sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual
secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan
terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban
mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang dilakukan terhadap
dirinya, mereka hanya merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa bersalah, dan
perasaan lain yang tidak menyenangkan.
Kekerasan seksual (sexual abuse) pada anak mencakup penganiayaan
seksual secara fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat
kelamin atau bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seks oral, penetrasi
vagina/anus menggunakan penis atau benda lain, memaksa anak membuka pakaian,
sampai tindak perkosaan. Sedangkan penganiyaan non fisik diantaranya
memperlihatkan benda-benda yang bermuatan pornografi atau aktivitas seksual
orang dewasa, eksploitasi anak dalam pornografi (gambar, foto, film, slide,
majalah, buku), exhibitionism, atau
mengintip kamar tidur/kamar mandi (voyeurism).
2.3.2 Penyebab Sexual Abuse
Menurut Townsend (1998), factor yang predisposisi (yang
berperan dalam pola penganiayaan anak (sexual
abuse) antara lain:
1.
Teori
biologis
a. Pengaruh
neurofisiologis. Perubahan dalam system limbik otak dapat mempengaruhi perilaku
agresif pada beberapa individu
b. Pengaruh
biokimia, bermacam-macam neurotransmitter (misalnya epinefrin, norepinefrin,
dopamine, asetilkolin dan serotonin) dapat memainkan peranan dalam memudahkan
dan menghambat impuls-impuls agresif
c. Pengaruh
genetika. Beberapa penyelidikan telah melibatkan herediter sebagai komponen
pada predisposisi untuk perilaku agresif seksual, baik ikatan genetik langsung
maupun karyotip genetik XYY telah diteliti sebagai kemungkinan
d. Kelainan
otak. Berbagai kelainan otak mencakup tumor, trauma dan penyakit-penyakit
tertentu (misalnya ensefalitis dan epilepsy), telah dilibatkan pada
predisposisi pada perilaku agresif
2.
Teori
psikologis
a. Teori psikoanalitik. Berbadai teori
psikoanalitik telah membuat hipotesa bahwa agresi dan kekerasan adalah ekspresi
terbuka dari ketidakperdayaan dan harga diri rendah, yang timbul bila
kebutuhan-kebutuhan masa anak terhadap kepuasan dan keamanan tidak terpenuhi
b. Teori
pembelajaran. Teori ini mendalilkan bahwa perilaku agresif dan kekerasan
dipelajari dari model yang membawa dan berpengaruh. Individu-individu yang
dianiaya seperti anak-anak atau yang orang tuanya mendisiplinkan dengan hukuman
fisik lebih mungkin untuk berperilaku kejam sebagai orang dewasa
3. Teori sosiokultural (pengaruh sosial)
Pengaruh
sosial. Ilmuwan social yakin bahwa perilaku agresif terutama merupakan hasil
dari struktur budaya dan social seseorang. Pengaruh-pengaruh social dapat
berperan pada kekerasan saat individu menyadari bahwa kebutuhan dan hasrat
mereka tidak dapat dipenuhi melalui cara-cara yang lazim dan mereka
mengusahakan perilaku-perilaku kejahatan dalam suatu usaha untuk memperoleh
akhir yang diharapkan.
2.3.3 Menurut FKUI (2006), kekerasan seksual (sexual
abuse) pada anak sering muncul dalam berbagai kondisi dan lingkup sosial.
1.
Kekerasan seksual dalam keluarga (Intrafamilial
abuse)
Mencakup kekerasan seksual yang
dilakukan dalam keluarga inti atau majemuk, dan dapat melibatkan teman dari
anggota keluarga, atau orang yang tinggal bersama dengan keluarga tersebut,
atau kenalan dekat dengan sepengetahuan keluarga. Kekerasan pada anak adopsi
ataupun anak tiri juga termasuk dalam lingukup ini.
2.
Kekerasan seksual di luar keluarga (Extrafamilial
abuse)
Mencakup kekerasan yang dilakukan oleh
orang dewasa yang kenal dengan anak tersebut dari berbagai sumber, seperti
tetangga, teman, orangtua dari teman sekolah.
3.
Ritualistic
abuse
4.
Institutional
abuse
Mencakup kekerasan seksual dalam
lingkup institusi tertentu seperti sekolah, tempat penitipan anak, kamp
berlibur, seperti kegiatan pramuka, dan organisasi lainnya.
5. Kekerasan seksual oleh orang yang tidak
dikenal (Street or stranger abuse)
2.3.4 Menurut Maria (2008), dampak kekerasan seksual pada
anak adalah sebagai berikut :
1.
Stress:
akut, traumatic – PTSD (post traumatik stress disorder)
2.
Agresif, menjadi pelaku kekerasan,
tidak percaya diri
3.
Rasa
takut, cemas
4.
Perilaku
seksual yang tidak wajar untuk anak seusianya
1.4
Eksploitasi Anak
2.4.1 Pengertian eksploitasi
Eksploitasi adalah pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu
berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa
mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.
Eksploitasi anak adalah tindakan atau perbuatan
memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi,
keluarga atau golongan.
Bentuk-bentuk eksploitasi pada anak sangan beragam, ada
beberapa eksploiatsi anak, yaitu:
1. Eksploitasi
Seksual Komersial Anak adalah penggunaan anak untuk tujuan seksual dengan
imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara anak, pembeli jasa seks, perantara
atau agen dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari perdagangan
seksualitas anak tersebut. Ada tiga bentuk yaitu prostitusi anak, pornografi
anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
Berbagai penyebab eksploitasi esksual komersial anak, menurut (Indikator
dan Profil KPA, 2002), antara lain :
a.
Kemiskinan, urbanisasi, pendidikan
rendah, tidak ada alternatif pekerjaan, perkawinan umur muda dan perceraian,
kekerasan seksual pada masa anak-anak merupakan pendorong anak terjerumus pada
seksual komersial.
b.
Faktor penariknya antara lain
kesempatan kerja dan penghasilan tinggi di kota, gaya hidup konsumtif dan
kehidupan di kota.
c.
Bias gender menyebabkan anak perempuan
drop out dari sekolah ketimbang anak
laki-laki mendorong anak perempuan memasuki pekerjaan seksual komersial dan (trafiking) anak.
d.
Persepsi masyakat tentang seksualitas dan status
perempuan serta pelacuran adalah perbuatan a-moral dan tidak selayaknya
dibicarakan pada ruang publik menyebabkan masalah ini tersembunyi, luput dari
wacana publik.
2. Pekerja
anak adalah segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan,
penghambaan atau melakukan pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan
itu dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan serta moral anak.
Berbagai penyebab terjadinya pekerja
anak, (Indikator dan Profil KPA, 2002), antara lain :
a.
Adanya persepsi orang tua dan
masyarakat bahwa anak bekerja tidak buruk dan merupakan bagian dari sosialisasi
dan tanggung jawab anak untuk membantu pendapatan keluarga.
b.
Kemiskinan, gaya hidup konsumerisme,
tekanan kelompok sebaya serta drop out sekolah mendorong anak untuk mencari
keuntungan material dengan terpaksa bekerja.
c.
Kondisi krisis ekonomi juga mendorong
anak untuk terjun bekerja bersaing dengan orang dewasa.
d.
Lemahnya penegakan hukum di bidang pengawasan umur
minimum untuk bekerja dan kondisi pekerjaan
3. Perdagangan (trafiking) anak adalah tindakan
perekrutan, pengangkutan antar daerah dan/atau antar negara, pemindah tanganan,
penerimaan dan penampungan dari anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan
atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, pemerdayaan,
penyalahgunaan kekuasaan atau ketergantungan atau dengan pemberian atau
penerimaan pembayaran atau imbalan lain dalam memperoleh persetujuan dari
seeorang yang memiliki kendali atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi.
Berbagai faktor yang berhubungan dengan trafiking anak,menurut
(KPP, 2002) yaitu :
a.
Kondisi keluarga karena pendidikan rendah, kemiskinan,
keterbatasan kesempatan dan gaya
hidup konsumtif.
b.
Nilai tradisional yang menganggap anak merupakan hak milik
yang dapat diperlakukan sekehendak orang tua selain adanya bias gender dan
status perempuan yang dianggap masih rendah di kalangan masyarakat.
c.
Jangkauan pencatatan akta kelahiran yang masih rendah yang
memungkinkan terjadinya pemalsuan umur dan identitas lainnya.
d.
Perkawinan usia muda beresiko tinggi bagi seorang
perempuan, terlebih jika diikuti dengan kehamilan dan perceraian. Ketika seorang
anak perempuan bercerai maka ia kehilangan status dan hak-hak anaknya,
perawatan dan tanggung jawab orang tuanya serta telah dianggap sebagai orang
dewasa independen. Anak perempuan tersebut akan mudah terjerumus pada kasus trafiking
atau perdagangan anak.
e.
Kekerasan terhadap perempuan dan anak mengakibatkan mereka
meninggalkan rumah kemudian menjadi korban trafiking dan bekerja di
tempat-tempat yang beresiko tinggi.
f.
Konflik
sosial dan perang yang terjadi dalam 5 tahun terakhir di Indonesia , diperkirakan turut
menyumbang terjadinya kasus-kasus perdagangan anak.
2.4.2
Batasan Eksploitasi anak menurut Undang-undang
RI
Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui
oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan
diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, Bagian 1 pasal 1, yang dimaksud
Anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan
undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih
awal.
Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Sedangkan menurut WHO, batasan usia anak antara 0-19 tahun.
Dan pada, pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :
1.
Anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban
kerusuhan,anak korban bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata),
2.
Anak yang berhadapan dengan hukum,
3.
Anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi,
4.
Anak tereksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual,
5.
Anak yang diperdagangkan,
6.
Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol,
psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza),
7.
Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
8.
Anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
9.
Anak korban perlakuan salah,
10.
Penelantaran
11.
anak yang menyandang cacat
2.5 Asuhan Keperawatan
A.
Pengkajian
Keperawatan
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan seksual (sexual abus) antara lain :
1. Aktivitas atau
istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur berlebihan,
mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing, keletihan.
2.
Integritas ego
a.
Pencapaian diri negatif,
menyalahkan diri sendiri/meminta ampun karena tindakannya terhadap orang tua.
b.
Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan
seksual yang selamat.)
c.
Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus
asa dan atau tidak berdaya
d.
Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku
(mekanisme pertahanan yang paling dominan/menonjol)
e.
Penghindaran atau takut pada
orang, tempat, objek tertentu, sikap menunduk, takut (terutama jika ada pelaku)
f.
Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak
bekerja, perubahan finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)
g.
Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang
lain
3.
Eliminasi
a.
Enuresisi, enkopresis.
b.
Infeksi saluran kemih yang
berulang
c.
Perubahan tonus sfingter.
4. Makan dan minum :
Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia), makan berlebihan, perubahan
berat badan, kegagalan memperoleh berat badan yang sesuai.
5.Hygiene
a.
Mengenakan pakaian yang tidak
sesuai dengan kondisi cuaca (penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi
perlindungan.
b.
Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual),
penampilan kotor/tidak terpelihara.
6.
Neurosensori
a.
Perilaku ekstrem (tingkah laku
sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau pasivitas dan menarik diri, perilaku
tidak sesuai dengan usia
b.
Status mental : memori tidak sadar, periode
amnesia, lap[oran adanya pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi,
kesulitan konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat
waspada, cemas dan depresi.
c.
Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta,
kebaikan dan penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
d.
Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang
buruk, ketrampilan koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
e.
Membantung. Menghisap jempol atau perilaku
kebiasaan lain : gelisah (korban selamat).
f.
Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena
disosiatif meliputi kepribadian ganda (penganiayaan seksual), gangguan
kepribadian ambang (koeban inses dewasa)
g.
Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa
tanda-tanda cedera eksternal
7. Nyeri atau ketidaknyamanan
Bergantung pada
cedera/bentuk penganiayaan seksual
Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis,
spastik kolon, sakit kepala)
1. Keamanan
a.
Memar, tanda bekas gigitan, bilur
pada kulit, terbakar (tersiran air panas, rokok) ada bagian botak di kepala,
laserasi, perdarahan yang tidak wajar, ruam/gatal di area genital, fisura anal,
goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus sfingter.
b.
Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan,
fraktur/ cedera internal.
c.
Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri),
keterlibatan dalam aktivitas dengan risiko tinggi
d.
Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada
perhatian yang dapat menghindari bahaya di dalam rumah
2.
Seksualitas
a.
Perubahan kewaspadaan/aktivitas
seksual, meliputi masturbasi kompulsif, permainan seks dewasa sebelum waktunya,
kecenderungan mengulang atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan
yang berlebihan tentang seks, secara seksual menganiaya anak lain.
b.
Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian
mukosa berlendir.
c.
Adanya PMS, vaginitis, kutil
genital atau kehamilan (terutama pada anak).
3.
Interaksi sosial
Melarikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal
kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan
kritik, penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri.
Pencapaian restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.
4.
Pemeriksaan Penunjang:
Menurut
Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan sexual
abuse bergantung pada situasi dan kebutuhan individu. Uji skrining
(misalnya Daftar Periksa Perilaku Anak), peningkatan nilai pada skala
internalisasi yang menggambarkan perilaku antara lain ketakutan, segan,
depresi, pengendalian berlebihan atau di bawah pengendalian, agresif dan
antisosial.
B.
Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan sexual abuse adalah meliputi :
1.
Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan
menjadi korban perkosaan seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan
berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang.
2.
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan
dengan pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri
fisik atau cidera dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi
dalam waktu lama.
3.
Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan
ancaman konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga
dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
4.
Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan
perasaan bersalah yang berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara
anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi
anak dengan gangguan dalam jengka waktu lama.
C.
Rencana
Keperawatan
Diagnosa 1: Sindrom trauma
perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual yang dilakukan
dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan persetujuan
pribadi seseorang
Tujuan
:
Tujuan
jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi
Tujuan
jangka panjang : anak akan mengalami resolusi berduka yang sehat, memulai
proses penyembuhan psikologis.
Intervensi:
1. Menghubungkan
pentingnya mengkomunikasikan empat ucapan berikut ini pada korban perkosaan (saya
prihatin hal ini terjadi padamu, anda aman disini, saya senang anda hidup, anda
tidak bersalah. Anda adalah korban. Ini bukan kesalahan anda. Apapun keputusan
yang Anda buat pada saat pengorbanan adalah hak seseorang karena anda hidup.
Rasional : Wanita tahu anak yang telah
diperkosa secara seksual takut terhadap kehidupannya dan harus diyakinkan
kembali keamanannya. Ia mungkin juga sangat ragu-ragu dengan dirinya dan
menyalahkan diri sendiri dan pernyataan-pernyataan ini membangkitkan rasa
percaya secara bertahap dan memvalidasi harga diri anak.
2.
Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan
dan mengapa dilakukan. Pastikan bahwa
pengumpulan data dilakukan dalam perawatan, cara tidak menghakimi
Rasional : Untuk menurunkan ketakutan atau
ansietas dan untuk meningkaytkan rasa percaya
3.
Pastikan bahwa anak memiliki privasi yang adekuat untuk
semua intervensi-intervensi segera pasca krisis. Cobaan sedikit mungkin orang
yang memberikan perawatan segera atau mengumpulkan bukti segera. Atau mengumpulkan bukti segera
Rasional : Anak pasca trauma sangat
rentan. Penambahan orang dalam lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini
dan bertindak meningkatkan ansietas
4.
Dorong anak untuk menghitung jumlahs erangan kekerasan
seksual. Dengarkan, tetapi tidak menyelidiki
Rasional : Mendengarkan dengan tidak
menghakimi memberikan kesempatan untuk katarsis bahwa anak perlu memulai
pemulihan. Jumlah yang rinci mungkin dibutuhkan untuk tindak lanjut secara
legal, dan seorang perawat sebagai pembela anak dapat menolong untuk mengurangi
trauma dari pengumpulan bukti
5.
Diskusikan dengan anak siapa yang dapat dihubung untuk
memberikan dukungan atau bantuan. Berikan
informasi tentang rujukan setelah perawatan
Rasional : Karena ansietas berat dan rasa
takut, anak mungkin membutuhkan bantuan dari orang lain selama periode segera
pasca-krisis. Berikan informasi rujukan tertulis untuk referensi selanjutnya
(misalnya psikoterapi, klinik kesehatan jiwa, kelompok pembela masyarakat)
Diagnosa 2: Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang tidak adekuat
dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera dengan tujuan untuk
menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.
Tujuan
:
Tujuan
jangka pendek : Anak akan mengembangkan hubungan saling percaya dengan perawat
dan melaporkan bagaimana tanda cedera terjadi (dimensi waktu ditentukan secara
individu)
Tujuan
jangka panjang : Anak akan mendemonstrasikan perilaku yang konsisten dengan
usia tumbuh dan kembangnya.
Intervensi
:
1. Lakukan pemeriksaan
fisik secara menyeluruh pada anak. Buat catatab yang teliti dari luka memarnya
(dalam berbagai tahap penyembuhan), laserasi, dan keluhan anak tentang area
nyeri pada derah yang spesifik, misalnya kemaluan. Jangan mengabaikan atau
melalaikan kemungkinan penganiayaan seksual. Kaji tanda nonverbal penganiayaan,
perilaku agresif, rasa takut yang berlebihan, hiperaktivitas hebat, apatis,
menarik diri, perilaku yang tidaks esuai dengan usianya
Rasional
: Suatu pemeriksaan fisik yang akurat dan seksama dibutuhkan agar perawatan
yang tepat dapat diberikan untuk pasien
2. Adakan wawancara yang
dalam dengan orang tua atau orang dekat yang menyertai anak. Pertimbangkan jika
cidera dilaporkan sebagai suatu kecelakaan, apakah penjelasan ini berlasan? Apakah cedera tersebut konsisten dengan
penjelasan yang diberikan? Apakah cedera tersebut konsisten dengan kemampuan
perkembangan anak ?
Rasional
: Ketakutan terhadap hukuman penjara atau kehilangan kesempatan memelihara anak
mungkin menempatkan orang tua penyiksa pada sikap membela diri. Ketidaksesuaian
dapat ditandai dalam deskripsi kejadian, dan adanya usaha untuk menutupu
keterlibatan merupakan suatu pertahanan diri yang umum yang dapat dilepaskan
dalam suatu wawancara yang dalam.
3. Gunakan pertandingan
atau terapi bermain untuk memperoleh rasa percaya anak. Gunakan teknik-teknik
ini untuk membantu dalam menjelaskan sisi lain dari cerita anak tersebut
Rasional
: Menetapkan hubungan saling percaya dengans eorang anak yang teraniaya
sangatlah sukar. Mereka mungkin tidak ingin untuk disentuh. Jenis-jenis
aktivitas bermain ini dapat memberikan suatu lingkungan yang tidak mengancam
yang dapat meningkatkan usaha anak untuk mendiskusikan masalah-masalah yang
menyakitkan ini
4. Tentukan apakah
cedera yang dialami dibenarkan untuk dilaporkan kepada yang berwenang.
Undang-Undang negara yang spesifik harus masuk ke dalam keputusan apakah ya
atau tidak untuk melaporkan dugaan penganiayaan seksual anak.
Rasional
: Suatu laporan (umumhya dibuat) jika ada alasan untuk mencurigai bahwa seseorang
anak telah dicederai sebagai suatu akibat penganiayaan seksual. Alasan untuk
mencirugai ditetapkan saat ada tanda-tanda ketidaksesuaian atau
ketidakkonsistenan dalam menjelaskan cedera pada anak. Kebanayakan negara
membutuhkan individu-individu berikut melaporkan kasus dari anak yang dicurigai
dianiaya seksual : semua pekerja kesehatan, semau terapis kesehatan jiwa,
guru-guru, pengasuh-pengasuh anak, pemadam kebakaran, anggota medis gawat
darurat dan anggota penyelenggara hukum. Laporan dibuat oleh Departemen
Pelayanan Sosial dan rehabiulitasi atau Badan penyelenggara Hukum.
Diagnosa 3: Ansietas (sedang
sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap
kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang
tidak memuaskan
Tujuan
:
Anak
mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang, sebagaimana yang
ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak perilaku yang tidak
mampu dalam memberi respons terhadap stres.
Intervensi
:
1.
Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di dalam
berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus
Rasional
: Kejujuran, ketersediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan pada hubungan
anak dengan staf atau perawat
2. Sediakan
aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan pengurangan
ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan dengan musik,
pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok
Rasional
: tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan manfaat bagi anak
melalui aktivitas-aktivitas fisik
3. Anjurkan anak untuk
mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya dan untuk mengenali sensiri
perasaan-perasaan tersebut padanya
Rasional
: Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-masalah emosi dengan
ansietas mereka. Gunakan mekanisme-mekanisme pertahanan projeksi dan pemibdahan
yang dilebih-lebihkan
4.
Perawat harus mempertahankan
suasana tentang
Rasional
: Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain
5.
Tawarkan bantuan pada wajtu-waktu
terjadi peningkatan ansietas. Pastikan kembali akan keselamatan fisik dan
fisiologis
Rasional
: Keamanan anak adalah prioritas keperawatan
6. Penggunaan sentuhan
menyenangkan bagi beberaoa anak. Bagaimanapun juga anak harus berhati-hati
terhadap penggunaannya
Rasional
: sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan kecurigaan pada beberapa
individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan sebagai suatu agresi
7.
Dengan berkurangnta ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa-peristiwa
tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons-respons
alternatif pada kejadian selanjutnyta
Rasional
: Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk penanganan yang lebih
berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi
8. Berikan obat-obatan
dengan obat penenang sesuai dengan yang diperintahkan. Kaji untuk
keefektifitasannya, dan beri petunjukkepada anak mengenai kemungkinan efek-efek
samping yang memberi penharuh berlawanan
Rasional
: Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam, klordiasepoksida,
alprazolam) memberikan perasaan lega terhadap efek-efek yang tidak berjalan
dari ansietas dan mempermudah kerjasama anak dengan terapi.
Diagnosa 4: Koping keluarga
tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang berlebihan, marah atau
saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan
orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jangka waktu lama
Tujuan
:
Orang
tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan efektif dalam
berespons perilaku anak dengan kriteria hasil :
1.
Mengungkatkan dan mengatasi
perilaku negatif pada anak
2. Mengidentifikasi dan
menggunakan sistem pendukung yang diperlukan
Intervensi
:
1. Berikan informasi dan
material yang berhubungan dengan gangguan anak dan teknik menjadi orang tua
yang efektif
Rasional : Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan
keefektifan peran orang tua
2. Dorong individu untuk
mengungkapkan perasaan secara verbal dan menggali alternatif cara berhubungan
dengan anak
Rasional : Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam
mengembangkan strategi koping
3. Beri umpan balik
positif dan dorong metode menjadi orang tua yang efektif
Rasional : Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan
mendorong kontinuitas upaya
4. Libatkan saudara
kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan interaksi keluarga yang lebih
efektif
Rasional : Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan
tindakan lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut
5.
Libatkan dalam konseling keluarga
Rasional : terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang
mempengaruhi seluruh struktur keluarga. Gangguan pada salah satu anggota
keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga
6. Rujuk pada sumber
komunitas esuai indikasi, termasuk kelompok pendukung orang tua, kelas menjadi
orang tua
Rasional : mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan
kepercayaan diri dan keefektifan orang tua. Pemberian model peran atau harapan
untuk masa depan
D.
Implementasi
Diagnosa1: Sindrom trauma
perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual yang dilakukan
dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan persetujuan
pribadi seseorang.
Diagnosa2: Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang tidak adekuat
dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera dengan tujuan untuk
menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.
Diagnosa3: Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan
dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system
keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
Diagnosa4: Koping keluarga
tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang berlebihan, marah atau
saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan
orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jengka waktu lama.
E.
Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak
dengan penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
1.
Anak tidak mengalami ansietas panik lagi
2. Anak
mendemonstrasikan derajat percaya kepada perawat primer
3. Anak menerima
perhatian dengan segera terhadap cedera fisiknya
4. Anak memulai perilaku
yang konsisten terhadap respons berduka
5. Anak mendapatkan
perhatian segera untuk cedera fisiknya jika ada
6. Anak menyatakan
secara verbal jaminan keamanannya dengan segera
7. Anak mendiskusikan
situasi kehidupannya dengan perawat primer
8. Anak mampu menyatakan
secara verbal pilihan –pilihan yang tersedia untuk dirinya yang dari hal ini ia
menerima bantuan
9. Anak
mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui mendiskusikan
perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain
10. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam
perilaku agresif.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat
Statistik.2002.Indikator dan Profil
Kesejahteraan dan Perlindungan Anak.Jakarta:Balai pustaka
FKUI.2006. Pendahuluan
Sebuah Tinjauan Diambil pada 11 Desember 2010 dari http://www.freewebs.com/ childabusea.
Maria.2008.Hadapi Kekerasan
Seksual pada Anak Diambil pada 11 Desember 2010 dari http://apindonesia.com
Pramono, B.2009. Penyiksaan Anak Diambil pada 11 Desember
2010 dari http://groups.yahoo.com.
Suda, I.K.2006. Topik
Interaktif: "Membedah Penyebab Kekerasan Seksual terhadap
Anak"Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Anak Diambil pada 11 Desember
2010 dari http://www.dradio1034fm.or.id
Townsend, M.C.1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada
Keperawatan Psikiatri pedoman untuk pembuatan rencana perawatan
(terjemahan). Edisi 3.Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar