Senin, 27 Oktober 2014

KELAINAN SEKSUAL

2.1 Pengertian Kelainan Seksual
2.1.1 Kelainan Seksual
Kelainan seksual atau dengan istilah (paraphilia) pertama kali disebut oleh seorang psikoterapis bernama Wilhelm Stekel dalam bukunya berjudul Sexual Aberrations pada tahun 1925. Paraphilia berasal dari bahasa Yunani, para berarti "di samping" dan philia berarti "cinta".
Definisi mengenai paraphilia menjelaskan sebagai kondisi yang ditandai dorongan, fantasi, atau perilaku seksual yang berulang dan intensif, yang melibatkan objek, aktivitas atau situasi yang tidak biasa dan menimbulkan keadaan distress (stres yang berbahaya) yang meyakinkan secara klinis atau kerusakan dalam masyarakat, pekerjaan atau area fungsi-fungsi lainnya.
Paraphilia terdiri dari banyak jenis yang sebagian besar sudah dikenal di masyarakat. Jenis-jenis dari paraphilia, antara lain:
1.     Ekshibisionisme: mempertunjukkan alat kelamin kepada orang yang tidak dikenal untuk mendapatkan kenikmatan seksual.
2.     Fetisisme: umumnya menggunakan benda-benda khas wanita seperti bra, celana dalam, untuk mendapatkan kenikmatan seksual.
3.     Froteurisme: kenikmatan seksual dengan menyentuh dan menggesek-gesekkan ke bagian sensitif orang yagn sedang tidak memperhatikan di tempat yang berdesakan.
4.     Masokisme seksual: kenikmatan seksual diperoleh jika secara fisik dilukai, diancam, atau dianiaya.
5.     Sadisme seksual: kebalikan dari masokisme, yaitu kenikmatan seksual diperoleh jika menyebabkan penderitaan fisik maupun psikis pada mitra seksual.
6.     Fetisisme transvestik: dorongan seksual diperoleh dengan berpikir atau berimajinasi sebagai wanita, mengenakan baju wanita.
7.     Veyourisme: kenikmatan seksual dengan mengintip orang lain yang sedang mengganti atau menanggalkan pakaiannya, telanjang, atau sedang beraktivitas seksual.
8.     Homoseksual: salah satu kelainan seksual pada seseorang yang menyukai sesama jenisnya. Jika penderita homoseksual adalah laki-laki, maka sebutannya gay dan rasa takut terhadap kaum gay disebut homofibia.
Jika penderita homoseksual adalah perempuan, maka sebutannya adalah lesbian. Dan jika seseorang dapat melakukan seksual dengan sesama jenis maupun lawan jenis disebut biseksual. Homoseksual sebenarnya bukan penyakit pada umumnya, melainkan cenderung kepada pilihan identitas seseorang. Seorang homoseksual akan sangat sulit untuk diubah menjadi heteroseksual, yaitu seseorang (laki-laki dan perempuan) yang tertarik pada jenis kelamin yang berbeda.
9.      Sodomi adalah hubungan seks yang dilakukan melalui anus. Anus hampir dapat disamakan dengan lubang (maaf) vagina karena memiliki rektum, yaitu bagian usus besar yang terletak dekat anus. Sodomi beresiko tinggi terhadap kesehatan karena anus merupakan tempat berkumpulnya bakteri.
10. Transeksual: merupakan bentuk prilaku seseorang yang tidak menginginkan jenis kelaminnya sehingga merelakan untuk dioperasi kelamin untuk memperoleh kepuasan seksualnya. Kelainan ini seudah dapat terprediksi mulai usia kanak-kanak, seperti kesukaannya bermain dengan lawan jenisnya sehingga sifat lawan jenisnya ada pada dirinya.
11. Necrophili: Penderita kelainan akan memperoleh kepuasan jika berhubungan dengan mayat. Ia takut berhubungan dengan normal karena takut terjadi penolakan yang otomatis mempengaruhi psikologis dan aktivitas seksualnya. Mayat adalah objek seksual yang dianggap tidak akan dapat melawan atau menolak keinginannya dalam berhubungan seksual.
12. Incest adalah suatu hubungan seksual dengan pasangan yang masih mempunyai pertalian darah. Hanya karena rasa ketakutan dan ingin mendapatkan perhatian kasih sayang dari orang tua atau kakaknya, seorang anak atau remaja mau melakukan perbuatan ini. Biasanya faktor lingkunganlah yang mempengaruhi kelainan ini, yaitu karena adanya rasa cinta yang mendalam sebagai anggota keluarga.
13. Zoolagnia adalah kelainan seksual yang diidap seseorang yang memperoleh kepuasan seksual ketika melihat binatang sedang berhubungan seksual.
14. Hiperseks adalah seseorang yang selalu ingin melakukan hubungan seksual sesering mungkin.
15. Triolisme adalah penderita kelainan seksual yang akan memperoleh kepuasan seksual jika saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya dilihat oleh orang lain. Triolisme dapat juga diartikan sebagai hubungan seksual yang dilakukan oleh satu perempuan dengan tiga laki-laki.
16. Bestialitas: Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual melalui binatang. Artinya, ia dapat berhubungan seksual dengan binatang.
17. Hermaphrodite; diambil dari dewa Yunani yaitu Hermes dan Aprodite yang artinya setengah laki-laki dan setengah perempuan. Orang tersebut sudah terlahir dengan mempunyai 2 jenis kelamin yang pada hakikatnya hanya ada satu yang berfungsi sebenarnya.
2.1.2 Penyebab Kelainan Seksual
Penyebab paraphilia yang meliputi pelampiasan dorongan agresif atau permusuhan, yang lebih mungkin terjadi pada pria daripada wanita. Dan beberapa faktor penyebab kelainan seksual, yaitu:
1.     Bawaan dari kecil; dalam atian bukan saat manusia lahir dari bumi melainkan kearah didikan orang tua.
2.     Lingkungan keluarga dan budaya di mana seorang anak dibesarkan ikut memengaruhi kecenderungannya mengembangkan perilaku seks menyimpang. Anak yang orangtuanya sering menggunakan hukuman fisik dan terjadi kontak seksual yang agresif, lebih mungkin menjadi agresif dan impulsif secara seksual terhadap orang lain setelah mereka berkembang dewasa.
3.     Trauma, alasan inilah faktor penyebab yg teramat fatal karena jika seseorang telah patah hati dan sakit hati pada lawan jenisnya sering kali menimbulkan sindrom untuk mempunyai hubungan kembali dengan lawan jenis tersebut.
Sehingga mereka lebih memilih menjalin hubungan dengan sesama jenis.
4.     Penyalahgunaan obat dan alkohol ditemukan sangat umum terjadi pada penderita paraphilia. Obat-obatan tertentu tampaknya memungkinkan penderita paraphilia melepaskan fantasi tanpa hambatan dari kesadaran.





2.2  Pedophilia
Phedophilia; Pedo dari bahasa latin berarti Anak Kecil,dan Philia berarti Cinta atau rasa suka yang berlebihan. Jadi Pedophilia adalah orientasi dan kelainan seksual yang menyukai anak-anak kecil atau bawah umur (seperti anak SD,SMP)
Sedangkan Pedophil adalah pelaku dan pengidap pedopilia ini.
Tapi bukan berarti jika anak seusia mereka berpacaran bisa disebut Pedo,karena seorang pedo adalah seseorang yang menyukai anak-anak dibawah umur (misalnya orang 25 tahun hanya menyukai anak umur 6-12 tahun, karena seorang pedho tidak menyukai anak-anak seusianya, kecuali dia pedo dan biseksual).
Jenis-jenis pedophilia, ada 2 jenis Paedopilia ini:
                                       a.    Pedophilia Heteroseksual,yaitu kelainan seksual terhadap anak-anak perempuan dibawah umur (usia 5-12 tahun).
                                      b.    Pedophilia Homoseksual adalah kelainan seksual yang menyukai anak-anak laki-laki bawah umur.
2.3 Sexual Abuse
2.3.1 Pengertian Sexual Abuse
Kemudian klasifikasi kekerasan atau penganiayaan seksual pada anak diklasifikasi menjadi tiga kategori, antara lain: perkosaan, incest, dan eksploitasi. Perkosaan biasanya terjadi pada saat pelaku terlebih dahulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Incest, diartikan sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual lainnya antarindividu yang mempunyai hubungan dekat, yang perkawinan di antara mereka dilarang, baik oleh hukum, kultur, maupun agama. Eksploitasi seksual meliputi prostitusi dan pornografi (Suda, 2006).
Kekerasan seksual (sexual abuse), dapat didefinisikan sebagai perilaku seksual secara fisik maupun non fisik oleh orang yang lebih tua atau memiliki kekuasaan terhadap korban, bertujuan untuk memuaskan hasrat seksual pelakunya. Korban mungkin saja belum atau tidak memahami perlakuan yang dilakukan terhadap dirinya, mereka hanya merasa tidak nyaman, sakit, takut, merasa bersalah, dan perasaan lain yang tidak menyenangkan.
 Kekerasan seksual (sexual abuse) pada anak mencakup penganiayaan seksual secara fisik dan non fisik. Kekerasan fisik antara lain menyentuh alat kelamin atau bagian tubuh lain yang bersifat pribadi, seks oral, penetrasi vagina/anus menggunakan penis atau benda lain, memaksa anak membuka pakaian, sampai tindak perkosaan. Sedangkan penganiyaan non fisik diantaranya memperlihatkan benda-benda yang bermuatan pornografi atau aktivitas seksual orang dewasa, eksploitasi anak dalam pornografi (gambar, foto, film, slide, majalah, buku), exhibitionism, atau mengintip kamar tidur/kamar mandi (voyeurism).
2.3.2 Penyebab Sexual Abuse
Menurut Townsend (1998), factor yang predisposisi (yang berperan dalam pola penganiayaan anak (sexual abuse) antara lain:
1.     Teori biologis
                               a.    Pengaruh neurofisiologis. Perubahan dalam system limbik otak dapat mempengaruhi perilaku agresif pada beberapa individu
                               b.    Pengaruh biokimia, bermacam-macam neurotransmitter (misalnya epinefrin, norepinefrin, dopamine, asetilkolin dan serotonin) dapat memainkan peranan dalam memudahkan dan menghambat impuls-impuls agresif
                               c.    Pengaruh genetika. Beberapa penyelidikan telah melibatkan herediter sebagai komponen pada predisposisi untuk perilaku agresif seksual, baik ikatan genetik langsung maupun karyotip genetik XYY telah diteliti sebagai kemungkinan
                              d.    Kelainan otak. Berbagai kelainan otak mencakup tumor, trauma dan penyakit-penyakit tertentu (misalnya ensefalitis dan epilepsy), telah dilibatkan pada predisposisi pada perilaku agresif
2.     Teori psikologis
                               a.    Teori psikoanalitik. Berbadai teori psikoanalitik telah membuat hipotesa bahwa agresi dan kekerasan adalah ekspresi terbuka dari ketidakperdayaan dan harga diri rendah, yang timbul bila kebutuhan-kebutuhan masa anak terhadap kepuasan dan keamanan tidak terpenuhi
                               b.    Teori pembelajaran. Teori ini mendalilkan bahwa perilaku agresif dan kekerasan dipelajari dari model yang membawa dan berpengaruh. Individu-individu yang dianiaya seperti anak-anak atau yang orang tuanya mendisiplinkan dengan hukuman fisik lebih mungkin untuk berperilaku kejam sebagai orang dewasa
3.     Teori sosiokultural (pengaruh sosial)
Pengaruh sosial. Ilmuwan social yakin bahwa perilaku agresif terutama merupakan hasil dari struktur budaya dan social seseorang. Pengaruh-pengaruh social dapat berperan pada kekerasan saat individu menyadari bahwa kebutuhan dan hasrat mereka tidak dapat dipenuhi melalui cara-cara yang lazim dan mereka mengusahakan perilaku-perilaku kejahatan dalam suatu usaha untuk memperoleh akhir yang diharapkan.
2.3.3 Menurut FKUI (2006), kekerasan seksual (sexual abuse) pada anak sering muncul dalam berbagai kondisi dan lingkup sosial.
1.         Kekerasan seksual dalam keluarga (Intrafamilial abuse)
Mencakup kekerasan seksual yang dilakukan dalam keluarga inti atau majemuk, dan dapat melibatkan teman dari anggota keluarga, atau orang yang tinggal bersama dengan keluarga tersebut, atau kenalan dekat dengan sepengetahuan keluarga. Kekerasan pada anak adopsi ataupun anak tiri juga termasuk dalam lingukup ini.
2.         Kekerasan seksual di luar keluarga (Extrafamilial abuse)
Mencakup kekerasan yang dilakukan oleh orang dewasa yang kenal dengan anak tersebut dari berbagai sumber, seperti tetangga, teman, orangtua dari teman sekolah.
3.         Ritualistic abuse
4.         Institutional abuse
Mencakup kekerasan seksual dalam lingkup institusi tertentu seperti sekolah, tempat penitipan anak, kamp berlibur, seperti kegiatan pramuka, dan organisasi lainnya.
5.      Kekerasan seksual oleh orang yang tidak dikenal (Street or stranger abuse)




2.3.4 Menurut Maria (2008), dampak kekerasan seksual pada anak adalah sebagai berikut :
1.         Stress: akut, traumatic – PTSD (post traumatik stress disorder)
2.         Agresif, menjadi pelaku kekerasan, tidak percaya diri
3.         Rasa takut, cemas
4.         Perilaku seksual yang tidak wajar untuk anak seusianya

1.4     Eksploitasi Anak
2.4.1 Pengertian eksploitasi
Eksploitasi adalah pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangan rasa kepatutan, keadilan serta kompensasi kesejahteraan.
Eksploitasi anak adalah tindakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan.
Bentuk-bentuk eksploitasi pada anak sangan beragam, ada beberapa eksploiatsi anak, yaitu:
1.    Eksploitasi Seksual Komersial Anak adalah penggunaan anak untuk tujuan seksual dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara anak, pembeli jasa seks, perantara atau agen dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari perdagangan seksualitas anak tersebut. Ada tiga bentuk yaitu prostitusi anak, pornografi anak dan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
Berbagai penyebab eksploitasi esksual komersial anak, menurut (Indikator dan Profil KPA, 2002), antara lain :
a.      Kemiskinan, urbanisasi, pendidikan rendah, tidak ada alternatif pekerjaan, perkawinan umur muda dan perceraian, kekerasan seksual pada masa anak-anak merupakan pendorong anak terjerumus pada seksual komersial.
b.      Faktor penariknya antara lain kesempatan kerja dan penghasilan tinggi di kota, gaya hidup konsumtif dan kehidupan di kota.
c.       Bias gender menyebabkan anak perempuan drop out dari sekolah ketimbang anak laki-laki mendorong anak perempuan memasuki pekerjaan seksual komersial dan (trafiking) anak.
d.      Persepsi masyakat tentang seksualitas dan status perempuan serta pelacuran adalah perbuatan a-moral dan tidak selayaknya dibicarakan pada ruang publik menyebabkan masalah ini tersembunyi, luput dari wacana publik.
2.    Pekerja anak adalah segala bentuk perbudakan atau praktek sejenis perbudakan, penghambaan atau melakukan pekerjaan yang sifat atau keadaan tempat pekerjaan itu dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan serta moral anak.
Berbagai penyebab terjadinya pekerja anak, (Indikator dan Profil KPA, 2002), antara lain :
                                          a.        Adanya persepsi orang tua dan masyarakat bahwa anak bekerja tidak buruk dan merupakan bagian dari sosialisasi dan tanggung jawab anak untuk membantu pendapatan keluarga.
                                          b.        Kemiskinan, gaya hidup konsumerisme, tekanan kelompok sebaya serta drop out sekolah mendorong anak untuk mencari keuntungan material dengan terpaksa bekerja.
                                          c.        Kondisi krisis ekonomi juga mendorong anak untuk terjun bekerja bersaing dengan orang dewasa.
                                         d.        Lemahnya penegakan hukum di bidang pengawasan umur minimum untuk bekerja dan kondisi pekerjaan
3.    Perdagangan (trafiking) anak adalah tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah dan/atau antar negara, pemindah tanganan, penerimaan dan penampungan dari anak dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan, pemerdayaan, penyalahgunaan kekuasaan atau ketergantungan atau dengan pemberian atau penerimaan pembayaran atau imbalan lain dalam memperoleh persetujuan dari seeorang yang memiliki kendali atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi.
Berbagai faktor yang berhubungan dengan trafiking anak,menurut (KPP, 2002) yaitu :
                                          a.        Kondisi keluarga karena pendidikan rendah, kemiskinan, keterbatasan kesempatan dan gaya hidup konsumtif.
                                          b.        Nilai tradisional yang menganggap anak merupakan hak milik yang dapat diperlakukan sekehendak orang tua selain adanya bias gender dan status perempuan yang dianggap masih rendah di kalangan masyarakat.
                                          c.        Jangkauan pencatatan akta kelahiran yang masih rendah yang memungkinkan terjadinya pemalsuan umur dan identitas lainnya.
                                         d.        Perkawinan usia muda beresiko tinggi bagi seorang perempuan, terlebih jika diikuti dengan kehamilan dan perceraian. Ketika seorang anak perempuan bercerai maka ia kehilangan status dan hak-hak anaknya, perawatan dan tanggung jawab orang tuanya serta telah dianggap sebagai orang dewasa independen. Anak perempuan tersebut akan mudah terjerumus pada kasus trafiking atau perdagangan anak.
                                          e.        Kekerasan terhadap perempuan dan anak mengakibatkan mereka meninggalkan rumah kemudian menjadi korban trafiking dan bekerja di tempat-tempat yang beresiko tinggi.
                                           f.        Konflik sosial dan perang yang terjadi dalam 5 tahun terakhir di Indonesia, diperkirakan turut menyumbang terjadinya kasus-kasus perdagangan anak.
     2.4.2 Batasan Eksploitasi anak menurut Undang-undang RI
Berdasarkan Konvensi Hak-hak Anak yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-bangsa pada tanggal 20 Nopember 1989 dan diratifikasi Indonesia pada tahun 1990, Bagian 1 pasal 1, yang dimaksud Anak adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia dewasa dicapai lebih awal.
Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1, Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut WHO, batasan usia anak antara 0-19 tahun.
Dan pada, pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :
1.             Anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban kerusuhan,anak korban bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata),
2.             Anak yang berhadapan dengan hukum,
3.             Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
4.             Anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
5.             Anak yang diperdagangkan,
6.             Anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza),
7.             Anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
8.             Anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
9.             Anak korban perlakuan salah,
10.         Penelantaran
11.         anak yang menyandang cacat
2.5 Asuhan Keperawatan
A.     Pengkajian Keperawatan
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami penganiayaan seksual (sexual abus) antara lain :
1.      Aktivitas atau istirahat : Masalah tidur (misalnya tidak padat tidur atau tidur berlebihan, mimpi burukm, berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing, keletihan.
2.      Integritas ego
                                     a.      Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/meminta ampun karena tindakannya terhadap orang tua.
                                    b.      Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat.)
                                     c.      Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak berdaya
                                    d.      Minimisasi atau penyangkalan signifikasi perilaku (mekanisme pertahanan yang paling dominan/menonjol)
                                     e.      Penghindaran atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap menunduk, takut (terutama jika ada pelaku)
                                     f.      Melaporkan faktor stres (misalnya keluarga tidak bekerja, perubahan finansial, pola hidup, perselisihan dalam pernikahan)
                                    g.      Permusuhan terhadap/objek/tidak percaya pada orang lain

3.      Eliminasi
                                     a.      Enuresisi, enkopresis.
                                    b.      Infeksi saluran kemih yang berulang
                                     c.      Perubahan tonus sfingter.
4.      Makan dan minum : Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia), makan berlebihan, perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat badan yang sesuai.
5.Hygiene
                                     a.      Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca (penganiayaan seksual) atau tidak adekuat memberi perlindungan.
                                    b.      Mandi berlebihan/ansietas (penganiayaan seksual), penampilan kotor/tidak terpelihara.
6.      Neurosensori
                                     a.      Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/menuntut), sangat amuk atau pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia
                                    b.      Status mental : memori tidak sadar, periode amnesia, lap[oran adanya pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi/membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat waspada, cemas dan depresi.
                                     c.      Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi.
                                    d.      Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan koping terbatas, kurang empati terhadap orang lain.
                                     e.      Membantung. Menghisap jempol atau perilaku kebiasaan lain : gelisah (korban selamat).
                                     f.      Manifestasi psikiatrik (misal : fenomena disosiatif meliputi kepribadian ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (koeban inses dewasa)
                                    g.      Adanya defisit neurologis/kerusakaan SSP tanpa tanda-tanda cedera eksternal
7.      Nyeri atau ketidaknyamanan
Bergantung pada cedera/bentuk penganiayaan seksual
Berbagai keluhan somatik (misalnya nyeri perut, nyeri panggul kronis, spastik kolon, sakit kepala)


1.      Keamanan
                                           a.      Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiran air panas, rokok) ada bagian botak di kepala, laserasi, perdarahan yang tidak wajar, ruam/gatal di area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan parut, perubahan tonus sfingter.
                                          b.      Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan, fraktur/ cedera internal.
                                           c.      Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam aktivitas dengan risiko tinggi
                                          d.      Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang dapat menghindari bahaya di dalam rumah
2.      Seksualitas
                                           a.      Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi kompulsif, permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang atau melakukan kembali pengalaman inses. Kecurigaan yang berlebihan tentang seks, secara seksual menganiaya anak lain.
                                          b.      Perdarahan vagina , laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir.
                                           c.      Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).
3.      Interaksi sosial
Melarikan diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang responsif, peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan kritik, penurunan penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian restasi dis ekolah rendah atau prestasi di sekolah menurun.
4.  Pemeriksaan Penunjang:
Menurut Doenges et. al (2007) pemeriksaan diagnostic yang dilakukan pada anak dengan sexual abuse bergantung pada situasi dan kebutuhan individu. Uji skrining (misalnya Daftar Periksa Perilaku Anak), peningkatan nilai pada skala internalisasi yang menggambarkan perilaku antara lain ketakutan, segan, depresi, pengendalian berlebihan atau di bawah pengendalian, agresif dan antisosial.



B.       Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada anak dengan sexual abuse adalah meliputi :
1.         Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang.
2.         Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.
3.         Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
4.         Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jengka waktu lama.

C.       Rencana Keperawatan
Diagnosa 1: Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang
Tujuan :
Tujuan jangka pendek : Luka fisik anak akan sembuh tanpa komplikasi
Tujuan jangka panjang : anak akan mengalami resolusi berduka yang sehat, memulai proses penyembuhan psikologis.
Intervensi:
1.      Menghubungkan pentingnya mengkomunikasikan empat ucapan berikut ini pada korban perkosaan (saya prihatin hal ini terjadi padamu, anda aman disini, saya senang anda hidup, anda tidak bersalah. Anda adalah korban. Ini bukan kesalahan anda. Apapun keputusan yang Anda buat pada saat pengorbanan adalah hak seseorang karena anda hidup.
      Rasional : Wanita tahu anak yang telah diperkosa secara seksual takut terhadap kehidupannya dan harus diyakinkan kembali keamanannya. Ia mungkin juga sangat ragu-ragu dengan dirinya dan menyalahkan diri sendiri dan pernyataan-pernyataan ini membangkitkan rasa percaya secara bertahap dan memvalidasi harga diri anak.
2.      Jelaskan setiap prosedur pengkajian yang akan dilakukan dan mengapa dilakukan. Pastikan bahwa pengumpulan data dilakukan dalam perawatan, cara tidak menghakimi
      Rasional : Untuk menurunkan ketakutan atau ansietas dan untuk meningkaytkan rasa percaya
3.      Pastikan bahwa anak memiliki privasi yang adekuat untuk semua intervensi-intervensi segera pasca krisis. Cobaan sedikit mungkin orang yang memberikan perawatan segera atau mengumpulkan bukti segera. Atau mengumpulkan bukti segera
      Rasional : Anak pasca trauma sangat rentan. Penambahan orang dalam lingkungannya meningkatkan perasaan rentan ini dan bertindak meningkatkan ansietas
4.      Dorong anak untuk menghitung jumlahs erangan kekerasan seksual. Dengarkan, tetapi tidak menyelidiki
      Rasional : Mendengarkan dengan tidak menghakimi memberikan kesempatan untuk katarsis bahwa anak perlu memulai pemulihan. Jumlah yang rinci mungkin dibutuhkan untuk tindak lanjut secara legal, dan seorang perawat sebagai pembela anak dapat menolong untuk mengurangi trauma dari pengumpulan bukti
5.      Diskusikan dengan anak siapa yang dapat dihubung untuk memberikan dukungan atau bantuan. Berikan informasi tentang rujukan setelah perawatan
      Rasional : Karena ansietas berat dan rasa takut, anak mungkin membutuhkan bantuan dari orang lain selama periode segera pasca-krisis. Berikan informasi rujukan tertulis untuk referensi selanjutnya (misalnya psikoterapi, klinik kesehatan jiwa, kelompok pembela masyarakat)
Diagnosa 2: Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.



Tujuan :
Tujuan jangka pendek : Anak akan mengembangkan hubungan saling percaya dengan perawat dan melaporkan bagaimana tanda cedera terjadi (dimensi waktu ditentukan secara individu)
Tujuan jangka panjang : Anak akan mendemonstrasikan perilaku yang konsisten dengan usia tumbuh dan kembangnya.
Intervensi :
1.      Lakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh pada anak. Buat catatab yang teliti dari luka memarnya (dalam berbagai tahap penyembuhan), laserasi, dan keluhan anak tentang area nyeri pada derah yang spesifik, misalnya kemaluan. Jangan mengabaikan atau melalaikan kemungkinan penganiayaan seksual. Kaji tanda nonverbal penganiayaan, perilaku agresif, rasa takut yang berlebihan, hiperaktivitas hebat, apatis, menarik diri, perilaku yang tidaks esuai dengan usianya
      Rasional : Suatu pemeriksaan fisik yang akurat dan seksama dibutuhkan agar perawatan yang tepat dapat diberikan untuk pasien
2.      Adakan wawancara yang dalam dengan orang tua atau orang dekat yang menyertai anak. Pertimbangkan jika cidera dilaporkan sebagai suatu kecelakaan, apakah penjelasan ini berlasan? Apakah cedera tersebut konsisten dengan penjelasan yang diberikan? Apakah cedera tersebut konsisten dengan kemampuan perkembangan anak ?
      Rasional : Ketakutan terhadap hukuman penjara atau kehilangan kesempatan memelihara anak mungkin menempatkan orang tua penyiksa pada sikap membela diri. Ketidaksesuaian dapat ditandai dalam deskripsi kejadian, dan adanya usaha untuk menutupu keterlibatan merupakan suatu pertahanan diri yang umum yang dapat dilepaskan dalam suatu wawancara yang dalam.
3.      Gunakan pertandingan atau terapi bermain untuk memperoleh rasa percaya anak. Gunakan teknik-teknik ini untuk membantu dalam menjelaskan sisi lain dari cerita anak tersebut
      Rasional : Menetapkan hubungan saling percaya dengans eorang anak yang teraniaya sangatlah sukar. Mereka mungkin tidak ingin untuk disentuh. Jenis-jenis aktivitas bermain ini dapat memberikan suatu lingkungan yang tidak mengancam yang dapat meningkatkan usaha anak untuk mendiskusikan masalah-masalah yang menyakitkan ini
4.      Tentukan apakah cedera yang dialami dibenarkan untuk dilaporkan kepada yang berwenang. Undang-Undang negara yang spesifik harus masuk ke dalam keputusan apakah ya atau tidak untuk melaporkan dugaan penganiayaan seksual anak.
      Rasional : Suatu laporan (umumhya dibuat) jika ada alasan untuk mencurigai bahwa seseorang anak telah dicederai sebagai suatu akibat penganiayaan seksual. Alasan untuk mencirugai ditetapkan saat ada tanda-tanda ketidaksesuaian atau ketidakkonsistenan dalam menjelaskan cedera pada anak. Kebanayakan negara membutuhkan individu-individu berikut melaporkan kasus dari anak yang dicurigai dianiaya seksual : semua pekerja kesehatan, semau terapis kesehatan jiwa, guru-guru, pengasuh-pengasuh anak, pemadam kebakaran, anggota medis gawat darurat dan anggota penyelenggara hukum. Laporan dibuat oleh Departemen Pelayanan Sosial dan rehabiulitasi atau Badan penyelenggara Hukum.
Diagnosa 3: Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
Tujuan :
Anak mampu mempertahankan ansietas di bawah tingkat sedang, sebagaimana yang ditandai oleh tidak adanya perilaku-perilaku yang tidak perilaku yang tidak mampu dalam memberi respons terhadap stres.
Intervensi :
1.      Bentuk hubungan kepercayaan dengan anak. Bersikap jujur, konsisten di dalam berespons dan bersedia. Tunjukkan rasa hormat yang positif dan tulus
      Rasional : Kejujuran, ketersediaan dan penerimaan meningkatkan kepercayaan pada hubungan anak dengan staf atau perawat
2.      Sediakan aktivitas-aktivitas yang diarahkan pada penurunan tegangan dan pengurangan ansietas (misalnya berjalan atau joging, bola voli, latihan dengan musik, pekerjaan rumah tangga, permainan-permainan kelompok
      Rasional : tegangan dan ansietas dilepaskan dengan aman dan dengan manfaat bagi anak melalui aktivitas-aktivitas fisik
3.      Anjurkan anak untuk mengidentifikasi perasaan-perasaan yang sebenarnya dan untuk mengenali sensiri perasaan-perasaan tersebut padanya
      Rasional : Anak-anak vemas sering menolak hubungan antara masalah-masalah emosi dengan ansietas mereka. Gunakan mekanisme-mekanisme pertahanan projeksi dan pemibdahan yang dilebih-lebihkan
4.      Perawat harus mempertahankan suasana tentang
      Rasional : Ansietas dengan mudah dapat menular pada orang lain
5.      Tawarkan bantuan pada wajtu-waktu terjadi peningkatan ansietas. Pastikan kembali akan keselamatan fisik dan fisiologis
      Rasional : Keamanan anak adalah prioritas keperawatan
6.      Penggunaan sentuhan menyenangkan bagi beberaoa anak. Bagaimanapun juga anak harus berhati-hati terhadap penggunaannya
      Rasional : sebagaimana ansietas dapat membantu mengembangkan kecurigaan pada beberapa individu yang dapat salah menafsirkan sentuhan sebagai suatu agresi
7.      Dengan berkurangnta ansietas, temani anak untuk mengetahui peristiwa-peristiwa tertentu yang mendahului serangannya. Berhasil pada respons-respons alternatif pada kejadian selanjutnyta
      Rasional : Rencana tindakan memberikan anak perasaan aman untuk penanganan yang lebih berhasil terhadap kondisi yang sulit jika terjadi lagi
8.      Berikan obat-obatan dengan obat penenang sesuai dengan yang diperintahkan. Kaji untuk keefektifitasannya, dan beri petunjukkepada anak mengenai kemungkinan efek-efek samping yang memberi penharuh berlawanan
      Rasional : Obat-obatan terhadap ansietas (misalnya diazepam, klordiasepoksida, alprazolam) memberikan perasaan lega terhadap efek-efek yang tidak berjalan dari ansietas dan mempermudah kerjasama anak dengan terapi.
Diagnosa 4: Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jangka waktu lama
Tujuan :
Orang tua mendemonstrasikan metode intervensi yang lebih konsisten dan efektif dalam berespons perilaku anak dengan kriteria hasil :
1.      Mengungkatkan dan mengatasi perilaku negatif pada anak
2.      Mengidentifikasi dan menggunakan sistem pendukung yang diperlukan
Intervensi :
1.      Berikan informasi dan material yang berhubungan dengan gangguan anak dan teknik menjadi orang tua yang efektif
Rasional : Pengetahuan dan ketrampilan yang tepat dapat meningkatkan keefektifan peran orang tua
2.      Dorong individu untuk mengungkapkan perasaan secara verbal dan menggali alternatif cara berhubungan dengan anak
Rasional : Konseling suportif dapat membantu keluarga dalam mengembangkan strategi koping
3.      Beri umpan balik positif dan dorong metode menjadi orang tua yang efektif
Rasional : Penguatan positif dapat meningkatkan harga diri dan mendorong kontinuitas upaya
4.      Libatkan saudara kandung dalam diskusi keluarga dan perencanaan interaksi keluarga yang lebih efektif
Rasional : Masalah keluarga mempengaruhi semua anggota keluarga dan tindakan lebih efektif bila setiap orang terlibat dalam terapi tersebut
5.      Libatkan dalam konseling keluarga
Rasional : terapi keluarga dapat membantu mengatasi masalah global yang mempengaruhi seluruh struktur keluarga. Gangguan pada salah satu anggota keluarga akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga
6.      Rujuk pada sumber komunitas esuai indikasi, termasuk kelompok pendukung orang tua, kelas menjadi orang tua
Rasional : mengembangkan sistem pendukung dapat meningkatkan kepercayaan diri dan keefektifan orang tua. Pemberian model peran atau harapan untuk masa depan
D.       Implementasi
Diagnosa1: Sindrom trauma perkosaan berhubungan dengan menjadi korban perkosaan seksual yang dilakukan dengan menggunakan kekuatan dan berlawanan dengan keinginan dan persetujuan pribadi seseorang.
Diagnosa2: Perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan pengasuhan yang tidak adekuat dan penderitaan oleh pengasuh dari nyeri fisik atau cidera dengan tujuan untuk menyebabkan bahaya, biasanya terjadi dalam waktu lama.
Diagnosa3: Ansietas (sedang sampai berat) berhubungan dengan ancaman konsep diri, rasa takut terhadap kegagalan, disfungsi system keluarga dan hubungan antara orang tua dan anak yang tidak memuaskan
Diagnosa4: Koping keluarga tidak efektif berhubungan dengan perasaan bersalah yang berlebihan, marah atau saling menyalahkan diantara anggota keluarga mengenai perilaku anak, kepenatan orang tua karena menghadapi anak dengan gangguan dalam jengka waktu lama.
E.        Evaluasi
Hasil yang diharapkan dari pemberian asuhan keperawatan pada anak dengan penganiayaan seksual (sexual abuse) antara lain :
1.      Anak tidak mengalami ansietas panik lagi
2.      Anak mendemonstrasikan derajat percaya kepada perawat primer
3.      Anak menerima perhatian dengan segera terhadap cedera fisiknya
4.      Anak memulai perilaku yang konsisten terhadap respons berduka
5.      Anak mendapatkan perhatian segera untuk cedera fisiknya jika ada
6.      Anak menyatakan secara verbal jaminan keamanannya dengan segera
7.      Anak mendiskusikan situasi kehidupannya dengan perawat primer
8.      Anak mampu menyatakan secara verbal pilihan –pilihan yang tersedia untuk dirinya yang dari hal ini ia menerima bantuan
9.  Anak mendemosntrasikan rasa percaya kepada perawat utama melalui mendiskusikan perlakuan penganiayaan melalui penggunaan terapi bermain
            10. Anak mendemonstrasikan suatu penurunan dalam perilaku agresif.





DAFTAR PUSTAKA



Badan Pusat Statistik.2002.Indikator dan Profil Kesejahteraan dan Perlindungan Anak.Jakarta:Balai pustaka

Doengoes, M.E. Townsend, M.C. Moorhouse, M.F. (2007). Rencana asuhan keperawatan Psikiatri (terjemahan). Edisi 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

FKUI.2006. Pendahuluan Sebuah Tinjauan Diambil pada 11 Desember 2010 dari http://www.freewebs.com/ childabusea.

Maria.2008.Hadapi Kekerasan Seksual pada Anak Diambil pada 11 Desember 2010 dari http://apindonesia.com

Pramono, B.2009. Penyiksaan Anak Diambil pada 11 Desember 2010 dari  http://groups.yahoo.com.

Suda, I.K.2006. Topik Interaktif: "Membedah Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Anak"Penyebab Kekerasan Seksual terhadap Anak Diambil pada 11 Desember 2010 dari http://www.dradio1034fm.or.id

Townsend, M.C.1998. Buku saku Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri pedoman untuk pembuatan rencana perawatan (terjemahan). Edisi 3.Jakarta:EGC

                   Yudhi.2008. Penyimpangan Seksual pedhophilia Diambil pada 11 Desember 2010 dari                                      http://yudhim.blogspot.com/penyimpangan-seksual pedhophilia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar